Hukum Perdata Islam di Indonesia
(ASEP, W. M. Ag)
A. Pengertian Hukum Perdata Islam di Indonesia
“Hukum Islam” merupakan terminologi khas Indonesia, jikalau kita
terjemahkan langsung kedalam bahasa arab maka akan diterjemahkan menjadi
al-hukm al Islam, suatu terminologi yang tidak dikenal dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah. Maka padanan yang tepat dari istilah “Hukum Islam” adalah
al-fiqh al-Islamy atau al-Syari’ah al-Islamy, sedangkan dalam wacana
ahli hukum barat digunakan istilah Islamic law .
Sedangkan terminologi ”Hukum Perdata Islam” yang menjadi telaah utama
makalah ini dapat penulis uraikan bardasarkan pengertian dari kata-kata
penyusunnya, sebagai berikut :
Hukum, adalah seperangkat peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang
berwenang (negara), dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermasyarakat,
yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa, serta mengikat anggotanya, dengan menjatuhkan sanksi hukuman
bagi mereka yang melanggarnya.
Sedangkan Hukum Perdata, adalah hukum yang bertujuan menjamin adanya
kepastian didalam hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain
kedua-duanya sebagai anggota masyarakat dan benda dalam masyarakat.
Dalam terminologi Islam istilah perdata ini sepadan dengan pengertian
mua’amalah.
Kemudian frase Hukum Perdata disandarkan kepada kata Islam, Jadi dapat
dipahami menurut hemat penulis bahwa ”Hukum Perdata Islam” adalah
peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rosul
tentang tingkah laku mukallaf dalam hal perdata/mu’amalah yang diakui
dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluk Islam (diIndonesia).
Menurut Muhammad Daud Ali, ”Hukum Perdata Islam” adalah sebagian dari
hukum Islam yang telah berlaku secara yuridis formal atau menjadi hukum
positif dalam tata hukum Indonesia, yang isinya hanya sebagian dari
lingkup mu’amalah, bagian hukum Islam ini menjadi hukum positif
berdasarkan atau karena ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan.
Contohnya adalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, zakat dan
perwakafan.
B. Sejarah Belakunya Hukum Perdata Islam di Indonesia
1) Hukum Islam Pada Masa Kerajaan/kesultanan Islam di Nusantara
Pada masa ini hukum Islam dipraktekkan oleh masyarakat dalam bentuk yang
hampir bisa dikatakan sempurna (syumul), mencakup masalah mu’amalah,
ahwal al-syakhsiyyah (perkawinan, perceraian dan warisan), peradilan,
dan tentu saja dalam masalah ibadah.
Hukum Islam juga menjadi sistem hukum mandiri yang digunakan di
kerajaan-kerajaan Islam nusantar. Tidaklah berlebihan jika dikatakan
pada masa jauh sebelum penjajahan belanda, hukum islam menjadi hukum
yang positif di nusantara.
2) Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Belanda
Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dapat
diklasifikasi kedalam dua bentuk, Pertama, adanya toleransi pihak
Belanda melalui VOC yang memberikan ruang agak luas bagi perkembangan
hukum Islam. Kedua, adanya upaya intervensi Belanda terhadap hukum Islam
dengan menghadapkan pada hukum adat.
Pada fase kedua ini Belanda ingin menerapkan politik hukum yang sadar
terhadap Indonesia, yaitu Belanda ingin menata kehidupan hukum di
Indonesia dengan hukum Belanda, dengan tahap-tahap kebijakkan
strategiknya yaitu:
- Receptie
in Complexu (Salomon Keyzer & Christian Van Den Berg [1845-1927]),
teori ini menyatakan hukum menyangkut agama seseorang. Jika orang itu
memeluk Islam maka hukum Islamlah yang berlaku baginya, namum hukum
Islam yang berlaku tetaplah hanya dalam masalah hukum keluarga,
perkawinan dan warisan.
Teori Receptie ( Snouck Hurgronje [1857-1936] disistemisasi oleh C. Van
Vollenhoven dan Ter Harr Bzn), teori ini menyatakan bahwa hukum Islam
baru diterima memiliki kekuatan hukum jika benar-benar diterima oleh
hukum adat, implikasi dari teori ini mengakibatkan perkembangan dan
pertumbuhan hukum Islam menjadi lambat dibandingkan institusi lainnya.
di nusantara.
3) Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang
Menurut Daniel S. Lev Jepang memilih untuk tidak mengubah atau
mempertahankan beberapa peraturan yang ada. Adat istiadat lokal dan
praktik keagamaan tidak dicampuri oleh Jepang untuk mencegah resistensi,
perlawanan dan oposisi yang tidak diinginkan.
Jepang hanya berusaha menghapus simbol-simbol pemerintahan Belanda di
Indonesia, dan pengaruh kebijakan pemerintahan Jepang terhadap
perkembangan hukum di indonesia tidak begiti signifikan.
4) Hukum Islam Pada Masa Kemerdekaan
Salah satu makna terbesar kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah
terbebas dari pengaruh hukum Belanda, menurut Prof. Hazairin, setelah
kemerdekaan, walaupun aturan peralihan UUD 1945 menyatakan bahwa hukum
yang lama masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUD 1945,
seluruh peraturan pemerintahan Belanda yang berdasar teori receptie
(Hazairin menyebutnya sebagai teori iblis) tidak berlaku lagi karena
jiwanya bertentangan dengan UUD 1945.
Teori receptie harus exit karena bertentangan dengan al-Qur’an dan
sunnah Rosul. Disamping Hazairin, Sayuti Thalib juga mencetuskan teori
Receptie a Contrario, yang menyatakan bahwa hukum adat baru berlaku
kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam.
5) Hukum Islam Pada Masa Pemerintahan Orde Baru
Pada awal orde baru berkuasa ada harapan baru bagi dinamika perkembangan
hukum Islam, harapan ini timbul setidaknya karena kontribusi yang cukup
besar yang diberikan umat Islam dalam menumbangkan rezim orde lama.
Namun pada realitasnya keinginan ini menurut DR. Amiiur Nurudin
bertubrukan denagn strategi pembangunan orde baru, yaitu menabukan
pembicaraan masalah-masalah ideologis selain Pancasila terutama yang
bersifat keagamaan.
Namun dalam era orde baru ini banyak produk hukum Islam (tepatnya Hukum
Perdata Islam) yang menjadi hukum positif yang berlaku secara yuridis
formal, walaupun didapat dengan perjuangan keras umat Islam. Diantaranya
oleh Ismail Sunny coba diskrisipsikan secara kronologis berikut ini :
a) Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Politik hukum memberlakukan hukum Islam bagi pemeluk-pemeluknya oleh
pemerintah orde baru, dibuktikan oleh UU ini, pada pasal 2 diundangkan
”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaan itu” dan pada pasal 63 dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan pengadilan dalam UU ini adalah Pengadilan Agama (PA)
bagi agama Islam dan Pengadilan Negeri (PN) bagi pemeluk agama lainnya.
Dengan UU No. 1 tahun 1974 Pemerintah dan DPR memberlakukan hukum Islam
bagi pemeluk-pemeluk Islam dan menegaskan bahwa Pengadilan Agama berlaku
bagi mereka yang beragama Islam.
b) Undang- undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
Dengan disahkanya UU PA tersebut, maka terjadi perubahan penting dan mendasar dalam lingkungan PA. Diantaranya:
- PA telah menjadi peradilan mandiri, kedudukannya benar-benar telah
sejajar dan sederajat dengan peradilan umum, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara.
- Nama, susunan, wewenang, kekuasaan dan hukum acaranya telah sama dan
seragam diseluruh Indonesia. Dengan univikasi hukum acara PA ini maka
memudahkan terjadinya ketertiban dan kepastian hukum dalam lingkungan
PA.
- Terlaksananya ketentuan-ketentuan dam UU Pokok Kekuasaan Kehakiman 1970.
- Terlaksanya pembangunan hukum nasional berwawasan nusantara dan berwawasab Bhineka Tunggal ika dalam UU PA.
c) Kompilasi Hukum Islam Inpres no. 1 tahun 1991 (KHI)
Seperti diuraikan diawal makalah ini bahwa sejak masa kerajaan-kerajan
Islam di nusantara, hukum Islam dan peradilan agama telah eksis. Tetapi
hakim-hakim agama diperadilan tersebut sampai adanya KHI tidak mempunyai
kitab hokum khusus sebagai pegangan dalam memecahkan kasus-kasus yang
mereka hadapi.
Dalam menghadapi kasus-kasus itu hakim-hakim tersebut merujuk kepada
kitab-kitab fiqh yang puluhan banyaknya. Oleh karena itu sering terjadi
dua kasus serupa apabila ditangani oleh dua orang hakim yang berbeda
referensi kitabnya, keputusannya dapat berbeda pula, sehingga
menimbulkan ketidakpastian hukum.
Guna mengatasi ketidakpastian hukum tersebut pada Maret 1985 Presiden
Soeharto mengambil prakarsa sehigga terbitlah Surat Keputusan Bersama
(SKB) Ketua Makamah Agung dan Departemen Agama.SKB itu membentuk proyek
kompilasi hukum islam dengan tujuan merancang tiga buku hukum,
masing-masing tentang Hukum perkawinan (Buku I), tentang Hukum Kewarisan
(Buku II), dan tentang Hukum Perwakafan (BUKU III)
Bulan Februari 1988 ketiga buku itu dilokakaryakan dan mendapat dukungan
luas sebagai inovasi dari para ulama di seluruh Indonesia. Pada tanggal
10 Juni 1991 Suharto menandatangani Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991
sebagai dasar hukum berlakunya KHI tersebut.
Oleh karena itu sudah jelas bahwa dalam bidang perkawinan, kewarisan dan
wakaf bagi pemeluk-pemeluk Islam telah ditetapkan oleh undang-undang
yang berlaku adalah hukum Islam.
6) Hukum Islam Pada Masa Reformasi
Era reformasi dimana iklim demokrasi di Indonesia membaik dimana tidak
ada lagi kekuasaan repsesif seperti era orde baru, dan bertambah luasnya
keran-keran aspirasi politik umat Islam pada pemilu 1999, dengan
bermunculannya partai-partai Islam dan munculnya tokoh-tokoh politik
Islam dalam kancah politik nasional sehingga keterwakilan suara umat
Islam bertambah di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Mereka giat memperjuangkan aspirasi umat Islam terrmasuk juga
memperjuangkan bagaimana hukum Islam ikut juga mewarnai proses
pembanguanan hukum nasional.
Diantara produk hukum yang positif diera reformasi sementara ini yang
sangat jelas bermuatan hukum Islam (Hukum Perdata Islam) ini antara lain
adalah
- Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
- Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
- RUU tentang Perbankan Syariah yang saat ini sedang dibahas di DPR.
Daftar Pustaka
Nurudin, Amiur dan A Tarigan , Hukum Perdata Islam diIndonesia, Jakarta: Kencana, 2004
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2003
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: sinar grafika, 2004
Subekti, Asas-Asas Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, 2005
Tim Penyusun, Bunga Rampai Peradilan Islam di Indonesia Jilid 1, Bandung: Ulul Albab Pres, 1997
Tim Penyusun, Peradilan Agama di Indonesia; Sejarah Perkembangan Lembaga
dan Proses Pembentukkan Undang-Undangnya, Jakarta DEPAG, 2001
UU no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
UU no. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h 3
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika,2004), h 38
Ibid, h 200
Tim Penyusun, Bunga Rampai Peradilan Islam di Indonesia Jilid 1, (Bandung: Ulul Albab Pres, 1997), h 73
Amiur Nurudin dan Azhari A Tarigan, Hukum Perdata Islam diIndonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), h 8
Ibid, h 14
Ibid, h 14
Ibid, h 17-19
Ahmad Rofiq, Op. cit h 20
Tim Penyusun, Bunga Rampai Peradilan Islam di Indonesia Jilid .Op. cit h 43-47
0 komentar:
Posting Komentar