Jumat, 28 Februari 2014

ASAS FILOSOFIS POLITIK ISLAM (SUMBER AJARAN POLITIK ISLAM DAN DASAR-DASAR POLITIK ISLAM)



ASAS FILOSOFIS POLITIK ISLAM (SUMBER AJARAN POLITIK ISLAM DAN DASAR-DASAR POLITIK ISLAM)

Pendahuluan
Politik Islam merupakan suatu aktivitas politik yang dilandasi oleh nilai/prinsip Islam, baik dari titik tolak (starting point), program, agenda, tujuan, sarana dan lainnya harus sesuai dengan petunjuk Islam. Jadi dalam pelaksanannya, politik Islam cukup berbeda dengan politik kovensional yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tertentu. Politik Islam tidak demikian, ada hal-hal lain yang diperlukan seperti etika Islam dan ketentuan hukum Islam. Untuk mengetahui secara jelas mengenai politik Islam terutama sumber ajaran politik Islam dan dasar-dasar politik Islam, berikut akan dipaparkan dengan ringkas.
Sumber Ajaran Politik Islam
Secara umum sumber utama ajaran politik Islam ada 4 yaitu :
1.      Al-Qur’an
Tercantum dalam Surat Al-Maidah  ayat 49 yaitu :
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَا أَنزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Artinya :  “Dan hendaklah engkau hukumkan antara mereka dengan apa yang Allah telah turunkan, dan janganlah engkau menurut hawa nafsu mereka, dan berjaga dirilah daripada mereka, khawatir kalau-kalau mereka gelincirkanmu daripada sebagian (perintah) yang Allah turunkan kepadamu, maka sekiranya mereka berpaling (daripada kebenaran), ketahuilah, bahwa Allah tidak mau melainkan akan menyiksa mereka dengan sebab sebahagiaan daripda dosa-dosar mereka dan sesungguhnya kebanyakan dari pada manusia (adalah) orang-orang fasik”.

2.      Hadist dan Sirah Nabi
Tercantum dalam Surat An-Nisa’ ayat 65 yaitu :

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيمًا

Artinya : “Tetapi tidak ! demi Tuhannmu ! mereka tidak (dikatakan) beriman hingga mereka jadikanmu hakim dalam apa yang mereka berselisihan di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa sempit di hati mereka tentang apa yang engkau telah putuskan serta merta menyerah dengan sungguh-sungguh.

3.      Ijma’ umat terutama khulafa’ al-Rasyidin
Tercantum dalam Surat An-Nisa’ ayat  115 yaitu :

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Artinya : “Dan barang siapa memusihi Rasul itu sesudah ternyata baginya jalan yang lurus tetapi ia turut jalan (mereka yang) bukan Mu’minin, maka Kami akan palingkan dia kemana ia berpaling. Kami akan panggang dia di neraka, padahal ia itu satu tempat kembali yang jelek.

4.      Tercantum dalam Surat An-Nisa’ ayat 89 yaitu :

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
Artinya : “Dan apabila sampai kepada mereka satu urusan dari keamanan atau keyakutan, maka mereka siar-siarkan dia,padahal jika mereka kembalikan dia kepada Rasul dan kepada orang-orang niscaya (urusan) itu diketahui oleh sebagian dari orang-orang yang menyelidikinya dan jika tidak ada kurnia Allah atas kamu dan rahmat-Nya, niscaya kamu turut setan kecuali sedikit (dari kamu).
Selain Al-Qur’an dan Hadist ajaran politik Islam juga bersumber dari wahyu, Sirah, Akal Manusia dan Fiqh Al Ikhtilaf.
Dasar-Dasar Politik Islam
Poltik Islam didasarkan pada tiga prinsip, yaitu tauhid, risalah dan khalifah. Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi. Risalah merupakan medium perantara penerimaan manusia terhadap hukum-hukum Allah SWT. Dan Khalifah berati pemimpin atau wakil Allah di bumi.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan politik Islam, nilai-nilai tersebut adalah :
1.      Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan umat
2.      Kemestia bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah
3.      Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil
4.      Kemestian menaati Allah dan Rasulullah Ulil Amri (pemegang kekuasaan)
5.      Keniscayaan mendamaikan konflik  antar kelompok dalam masyarakat Islam.
6.      Kemestian mementingkan perdamaian daripada permusuhan
7.      Keharusan dalam meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan
8.      Keharusan menepati janji
9.      Keharusan menggunakan perdamaian bangsa-bangsa
10.  Kemestian peredaran harta kepada seluruh masyarakat
11.  Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum dalam hal menyedikitkan beban (taqli al-takalif), berangsur-angsur (al-tadarruj) dan tidak menyulitkan (‘adam al-haraj)
Kesimpulan
            Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sumber utama ajaran politik Islam adalah Al-Qur’an dan Hadist. Selain itu politik Islam juga bersumber dari Wahyu, Sirah, Akal Manusia dan Fiqih Al Ikhtilaf. Sedangkan dasar-dasar politik dalam Islam adalah Tauhid, Risalah dan Khalifah.
Daftar Pustaka
Jafri, Syed Hussain Mohammad.2003.Moralitas Politik Islam.Jakarta: Pustaka Zahra
Syafiie, Inu Kencana.2010.Ilmu Politik.Jakarta: Rineka Cipta
Hassan, A.2004.Tafsir Qur’an Al-Furqan. Surabaya: Al-Ikhwan
obit.staff.umm.ac.id/files/2011/03/Kuliah-3_PIIS2.pdf

SIYASAH DUSTURIYAH

SIYASAH DUSTURIYAH

Pendahuluan
Siyasah dusturiyah merupakan bagian dari kajian fiqh siyasah yang membahas mengenai  prinsip-prinsip pokok yang menjadi landasan bagi pemerintahan sebuah negara  termasuk didalamnya perundang-undangan, peraturan-peraturannya dan adat istiadat. Ada empat konsep yang dibahas di dalam siyasah dusturiyah, yaitu konstitusi, legislasi, ummah serta syura dan demokrasi. Berikut akan dibahas secara ringkas mengenai masing-masing konsep siyasah dusturiyah tersebut.

Konsep-Konsep Konstitusi, Legislasi, Syura dan Demokrasi Serta Ummah
1.    Konstitusi
Dalam fiqh siyasah, konstitusi disebut juga dengan dusturi. Menurut istilah, dustur berarti kumpula kaedah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesame anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tertulis (konstitusi) maupun yang tidak tertulis (konvensi). Menurut Abdul Wahab Khallaf, prinsip-prinsip yang diletakkan Islam dalam perumusan undang-undang dasar ini adalah jaminan atas hak-hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di mata hukum, tanpa membeda-beda stratifikasi social, kekayaan, pendidikan dan agama.

Pada awalnya konstitusi berupa pola hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang ditentukan oleh adat istiadat. Namun karena adat istiadat tidak tertulis, maka pemerintah banyak yang berlaku sewenang-wenang sehingga kemudian banyak rakyat yang memberontak sehingga selanjutnya melahirkan pemikiran untu menciptakan undang-undang sebagai konstitusi tertulis sebagai pedoman dalam hubungan antara masyarakat dan pemerintah.

2.    Legislasi
Dalam kajian fiqh siyasah, legislasi atau kekuasaan legislative disebut juga dengan al-sulthah al-tasyri’iyah, yaitu kekuasaan pemerintah Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Dalam wacana fiqh siyasah, istilah al-sulthah al-tasyri’iyah digunakan untuk menunjukan salah satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, di samping kekuasaan eksekutif (al-sulthah al-tanfidzhiyah) dan kekuasaan yudikatif (al-sulthah al-qadha’iyah). Dalam konteks ini kekuasaan legislative (al-sulthah al-tasyri’iyah) berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syari’at Islam.

Orang-orang yang duduk dalam lembaga legislative ini terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar dalam berbagai bidang. Ada dua fungsi lembaga legislative. Pertama, dalam hal-hal ketentuannya, sudah terdapat didalam nash Al-Qur’an dan Sunnah, undang-undang yang dikeluarkan oleh  al-sulthah al-tasyri’iyah adalah undang-undang Ilahiyah yang disyari’atkanNya dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi SAW. Kedua, melakukan penalaran kreatif (ijtihad) terhadap permasalahan yang secara tegas tidak dijelaskan oleh nash. Kewenangan lain dari lembaga legislative adalah dalam bidang keuangan negara. Dalam masalah ini, lembaga legislative berhak mengadakan pengawasan dan mempertanyakan pembendaharaan negara, sumber devisa dan anggaran pendapat dan belanja yang dikeluarkan negara kepada kepala negara selaku pelaksana pemerintahan.

3.    Ummah
Dalam terminologi Islam, istilah “ummah” adalah sebuah konsep yang unik dan tidak ada padanannya dalam bahasa-bahasa Barat. Pada mulanya, kalangan pemikir politik dan orientalis Barat mencoba memadankan kata “ummah” dengan kata nation (bangsa) dan nation-state (negara bangsa). Namun, padanan ini dianggap tidak tepat dan akhirnya dipadankan pula dengan kata community (komunitas). Meskipun demikian term “komunitas” juga tidak terlalu tepat untuk disamakan dengan term ummah.

Kata ummah berasal dari kata amma-yaummu yang berarti menuju, menumpu dan meneladani. Dari akar kata ini lahir antara lain kata umm yang berarti ‘ibu” dan imam yang bermakna “pemimpin”. Kedua-duanya merupakan teladan, tumpuan pandangan dan harapan bagi anggota masyarakat. Menurut Ali Syari’ati makna ummah terdiri dari tiga kata yaitu: gerakan, tujuan dan ketetapan kesadaran. Dengan demikian kata ummah berarti “jalan yang jelas”, yaitu “sekelompok manusia yang bermaksud menuju jalan”.

 Ada lima ciri yang menggambarkan ummah. Pertama, ummah memiliki kepercayaan kepada Allah dan keyakinan kepada Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir, memiliki kitab yang satu (Al-Qur’an) dan memiliki pengabdian yang satu pula yaitu kepada Allah. Kedua,  Islam yang memberikan identitas pada ummah mengajarkan semangat universal. Ketiga, karena umat Islam bersifat universal maka secara alamiah umat Islam juga bersifat organic. Keempat, Islam tidak mendukung ajaran kolektivitas komunisme, dan individualisme kaum kapitalis. Kelima, berdasarkan prinsip-prinsip diatas maka system politik yang digariskan Islam tidak sama dengan pandangan-pandangan Barat seperti nasionalisme dan teritorialisme yang didasarkan pada batasan-batasan wilayah, darah, warna, kulit dan bahasa.

4.    Syura dan Demokrasi 
Kata “syura” berasal dari sya-wa-ra yang secara etimologis berarti mengeluarkan madu dari sarang lebah. Sejalan dengan pengertian ini, kata syura atau dalam bahasa Indonesia menjadi “musyawarah” mengandung makna segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat) untuk memperoleh kebaikan. Agar prinsip syura ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ditentukan Allah, setidaknya musyawarah harus mempertimbangkan tiga hal, yaitu masalah apa saja yang menjadi lapangan musyawarah, dengan siapa musyawarah dilakukan serta bagaimana etika dan cara musyawarah dilakukan.
Sebagaimana halnya syura diatas, demokrasi juga menekankan unsur musyawarah dalam mengambil keputusan. Demokrasi juga menekankan sebagai bentuk kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat-sebagaimana didefinisikan. Menurut Sadek, ada tujuh prinsip utama dalam demokrasi, yaitu :
a.       Kebebasan berbicara. Setiap warga negara berhak mengemukakan pendapatnya tanpa harus merasa takut.
b.      Pelaksanaan pemilu-dalam bahasa politik Indonesia-yang luber dan jurdil.
c.       Kekuasaan dipegang oleh mayoritas tanpa mengabaikan control minoritas.
d.      Sejalan dengan prinsip ketiga, partai politik memegang peranan yang penting.
e.       Demokrasi meniscayakan pemisahan kekuasaan legislative, eksekutif dan yudikatif.
f.      Demokrasi menekankan adanya supremasi hukum.
g.    Dalam demokrasi, semua individu atau kelompok bebas melakukan perbuatam.

Selain itu ada prinsip-prinsip demokrasi yang dapat disejajarkan dengan syura dalam Islam. Pertama, tauhid sebagai landasan asasi; kedua, kepatuhan hukum; ketiga, toleransi warga; keempat, demokrasi Islam tidak dibatasi oleh wilayah geografis, ras, warna kulit atau bahasa; kelima, penafsiran hukum Tuhan harus dilakukan melalui ijtihad.

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan ada empat bagian konsep-konsep dalam siayasah dusturiyah, yaitu konsep-konsep konstitusi (undang-undang dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-undangan dalam suatu negara), legislasi yaitu mengenai proses perumusan undang-undang), dan demokrasi dan syura yang merupakan pilar penting dalam perundang-undangan negara serta ummah yang menjadi pelaksana undang-undang tersebut.

Daftar Pustaka
Iqbal, Muhammad.2001.Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam.Jakarta: Gaya Media Persada.
Pulungan, Suyuti.1997.Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda