Kurikulum 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai
kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa
dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi
para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga
sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan
dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas
pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan
pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam
melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi
tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan
efisien.
Kurikulum Nasional (Kurnas) menjadi acuan tunggal dalam
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini di pukul rata berlaku
untuk semua lembaga pendidikan. Baik yang ada di pesisir pantai, di ujung
gunung, pelosok pedesaan maupun yang berada di kota besar. Dalam sejarah
perkurikuluman di Indonesia. Dunia pendidikan kita telah ”melahirkan“ beberapa
kurikulum. Pada masa orde lama, di kenal kurikulum 1947, 1952 dan 1964.
Selanjutnya pada masa orde baru terdapat kurikulum 1975. Kemudian disempurnakan
menjadi Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Kemudian disempurnakan lagi menjadi
kurikulum 1994.
Pada era reformasi, muncul pula kurikulum 2004. Yang ini
akrab disebut kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dalam perkembanganya terjadi
perubahan pada pola standar isi dan standar kompetensi. Inilah yang selanjutnya
melahirkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Tidak sampai disitu saja
KTSP berkembang lagi menjadi Kurikulum 2013.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum dan Kurikulum 2013
Kurikulum memiliki beranekaragam pengertian, baik dari segi
etimologi maupun terminology, setiap ahli mengemukakan pengertiannya yang agak
berbeda satu sama lain. Di dalam kurun waktu tertentu, oleh sebab itu dibedakan
pengertian kurikulum secara tradisional dan modern.
Secara etimologi kata kurikulum berasal dari kata “curere”
dalam bahasa Latin (Yunani) “curere” dikata bendakan menjadi “curriculum” yang
berarti tempat berlomba, jarak yang harus ditempuh pelari kereta, dan
lain-lain.
Pengertian kurikulum secara tradisional adalah sejumlah mata
pelajaran yang akan dipelajari. Sedangkan pengertian kurikulum secara modern
salah satunya diungkapkan oleh Sumidjarto. Sumidjarto berpendapat bahwa
kurikulum merupakan segala pengalaman dan kegiatan belajar yang direncanakan
dan diorganisasikan sudah ditaati oleh para siswa untuk mencapai tujuan
pendidikan yang ditetapkan bagi suatu lembaga pendidikan.
Menurut UU No.2 tahun 1989 kurikulum
yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran,
sertacara yang digunknnya dalam menyelenggarakan kegiatn belajar mengajar.
Bayak pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarny6a adalah
pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan brrbagai kegiatan,
interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok,
bahkan interaksi denagn lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah.
Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran,tetapi
yang terpenting adalah pengalamankehidupan.
Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang
merupakan lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah
dikembangkan pada tahun 2004 lalu, yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan secara terpadu, , sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan
tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan.
Titik
beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam
melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan
(mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah
menerima materi pembelajaran. Adapun
obyek yang menjadi pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013
menekankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.
Melalui pendekatan itu diharapkan siswa kita memiliki
kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan
lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa
sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di zamannya, memasuki
masa depan yang lebih baik.
Penyusunan kurikulum 2013 yang menitikberatkan pada
penyederhanaan, tematik-integratif mengacu pada kurikulum 2006 di mana ada
beberapa permasalahan di antaranya;
a)
konten kurikulum yang masih terlalu
padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi yang
keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat perkembangan usia anak;
b)
belum sepenuhnya berbasis kompetensi
sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional;
c)
kompetensi belum menggambarkan
secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan; beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran
aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum
terakomodasi di dalam kurikulum;
d)
belum peka dan tanggap terhadap
perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global;
e)
standar proses pembelajaran belum
menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga membuka peluang
penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran yang berpusat
pada guru;
f) standar penilaian belum mengarahkan
pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) dan belum secara tegas
menuntut adanya remediasi secara berkala; dan (vii) dengan KTSP memerlukan
dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir.
1)
Tematik-Integratif
Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan Tematik
Integratif. Tujuan agar siswa dpt mengembangkan diri dan kompetensinya
secara holistik dan bermakna. Pembelajaran tematik integratif, perlu didukung
perangkat pembelajaran Tematik Integratif yg ber- kualitas sehingga menumbuhkan
kemampuan berfikir kritis dan karakter positif. Kemampuan berfikir berperanan
bagi prestasi belajar, tetapi perlu dikembangkan juga kecakapan hidup, yaitu
karakter positif. Keseimbangan berfikir kritis dan karakter positif menjadi
dasar utama bagi pembentukan siswa sbg manusia Indonesia seutuhnya seperti
tujuan Pendidikan Nasional. Maka, perlu dikembangkan pembelajaran yg
menyeimbangkan kompetensi, untuk menumbuhkan keterampilan berfikir kritis dan
karakter positif.
Pembelajaran tematik merupakan
pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai
mata pelajaran. Pengintegrasian tersebut dilakukan dalam 2 (dua) hal, yaitu
integrasi sikap, kemampuan/keterampilan dan pengetahuan dalam proses
pembelajaran serta pengintegrasian berbagai konsep dasar yang berkaitan.
Tema memberikan makna kepada konsep
dasar tersebut sehingga peserta didik tidak mempelajari konsep dasar tanpa
terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran memberikan makna
nyata kepada peserta didik.
Tema yang dipilih berkenaan dengan
alam dan kehidupan manusia. Keduanya adalah pemberi makna yang substansial
terhadap bahasa, PPKn, matematika dan seni budaya karena keduanya adalah
lingkungan nyata dimana peserta didik dan masyarakat hidup. Disinilah kemampuan
dasar/KD dari IPA dan IPS yang diorganisasikan ke mata pelajaran lain yang
memiliki peran penting sebagai pengikat dan pengembang KD mata pelajaran
lainnya.
2)
Pendekatan Saintifik (Ilmiah)
Esensi Pendekatan Ilmiah (Pendekatan Scientific)
Pada
hakikatnya, sebuah proses pembelajaran yang dilakukan di kelas-kelas bisa
kita dipadankan sebagai sebuah proses ilmiah. Oleh sebab itulah,
dalam Kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa sebenarnya esensi dari
pendekatan saintifik pada kegiatan pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa
pendekatan ilmiah merupakan sebentuk titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap (ranah afektif),
keterampilan (ranah psikomotorik), dan pengetahuan (ranah kognitif)
siswa.
Pada suatu pendekatan yang dilakukan atau
proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah,
para saintis lebih mementingkan penggunaan pelararan induktif
(inductive reasoning) daripada penggunaan penalaran deduktif
(deductive reasoning). Penalaran deduktif adalah bentuk penalaran
yang mencoba melihat fenomena-fenomena umum untuk
kemudian membuat sebuah simpulan yang khusus. Penalaran induktif (inductive
reasoning) adalah kebalikannya. Penalaran induktif justru memandang
fenomena-fenomena atau situasi-situasi yang khusus lalu berikutnya
membuat sebuah simpulan secara keseluruhan (umum). Esensinya, pada
penggunaan penalaran induktif, bukti-bukti khusus (spesifik) ditempatkan
ke dalam suatu relasi (hubungan) gagasan/ide yang lebih luas (umum). Sedangkan
metode ilmiah pada umumnya meletakkan fenomena-fenomena
unik dengan kajian khusus/spesifik dan detail lalu
setelah itu kemudian merumuskan sebuah simpulan yang bersifat umum.
Metode ilmiah adalah sebuah metode yang
merujuk pada teknik-teknik penyelidikan terhadap suatu
atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh
pengetahuan baru, atau mengoreksi dan
memadukan pengetahuan sebelumnya. Agar dapat dikatakan sebagai
metode yang bersifat ilmiah, maka sebuah metode penyelidikan/inkuiri/pencarian
(method of inquiry) haruslah didasarkan
pada bukti-bukti dari objek yang dapat
diobservasi, empiris, dan terukur dengan
prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Oleh sebab itulah metode
ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data
melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis,
kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.
Kriteria-Kriteria Pendekatan Ilmiah
dalam Pembelajaran
Proses pembelajaran dengan berbasis
pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah
pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan
dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan,
dan penjelasan tentang suatu kebenaran.
Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan
dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau
kriteria ilmiah.
Sebuah
proses pembelajaran yang digenjot oleh seorang guru di kelasnya akan dapat
disebut ilmiah bila proses pembelajaran tersebut memenuhi kriteria-kriteria
berikut ini.
1) Substansi atau materi pembelajaran
benar-benar berdasarkan fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan
logika atau penalaran tertentu; bukan
sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng
semata.
2) Penjelasan guru, respon
peserta didik, dan interaksi edukatif
guru-peserta didik harus terbebas dari prasangka yang
serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran
yang menyimpang dari alur berpikir logis.
3) Mendorong dan
menginspirasi peserta didik berpikir secara
kritis, analitis, dan tepat dalam
mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah,
dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
4) Mendorong dan
menginspirasi peserta didik mampu berpikir
hipotetik (membuat dugaan) dalam melihat perbedaan,
kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain
dari substansi atau materi pembelajaran.
5) Mendorong dan
menginspirasi peserta didik mampu memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang
rasional dan objektif dalam merespon
substansi atau materi pembelajaran.
6) Berbasis pada konsep, teori, dan
fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
7) Tujuan pembelajaran dirumuskan
secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
Kemudian,
sebuah proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai
nonilmiah yang meliputi intuisi, penggunaan akal sehat yang keliru, prasangka,
penemuan melalui coba-coba, dan asal berpikir kritis.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan
Pendekatan Ilmiah
Proses
pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat
dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga
ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran
berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu
bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan
keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills)
dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard
skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,
keterampilan, dan pengetahuan.
Kurikulum
2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu
menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach)
dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran.
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull
learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan
mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa
ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan
yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada
hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu
menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap,
keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula
dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru
menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya
itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
3. Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa
guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam
banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru. Penalaran
adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang
dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
4. Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar yang
nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan,
terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA,
misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses
untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan
metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari.
PENUTUP
Simpulan
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang
merupakan lanjutan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah
dikembangkan pada tahun 2004 lalu, yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada penjelasan pasal 35, di mana kompetensi lulusan
merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati.
Inti dari Kurikulum 2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan
tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap
di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk
mengantisipasi perkembangan masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Soetopo,
Hendyat, dkk. (1982). Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional.
Lubis, Marasamin.
(2011). Telaah Kurikulum Sekolah Menengah Umum/ Sederajat. Bandung:
Citapustaka Media Perintis
0 komentar:
Posting Komentar