Kajian Tafsir di Indonesia:
Tafsir Sufi Al-Fatihah Jalaluddin Rakhmat
Oleh: Jamal Habibi
Mahasiswa Tafsir Hadis IAIN Sumatera Utara 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an al-Karim yang berfungsi sebagai Hudan dalam
memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita yang
dapat menerangi berbagai persoalan hidup. Bahasanya yang demikian mempesona,
redaksi dan mutiara pesan-pesannya yang demikian agung telah meluluhkan kalbu,
Masyarakat berdecak kagum walaupun nalar
sebagian mereka menolaknya. Namun dewasa ini, masyarakat hanya berhenti dalam
pesona bacaan seakan akan kitab suci diturunkan hanya untuk dibaca.
Adalah kewajiban para ulama untuk memperkenalkan al-Qur’an
dan menyuguhkan pesan-pesan yang tersimpan dalam kedalaman mutiara untaian
kalimatnya. Dan menjelaskan nilai-nilai tersebut sejalan dengan perkembangan
masyarakat sehingga al-Qur’an dapat benar benar berfungsi sebagaimana mestinya.
Mufassir juga dituntut untuk menghapus kesalahpahaman terhadap al-Qur’an,
kandungan ayat-ayatnya dan pesan-pesannya agar dapat diterima dan diterapkan
sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
Di indonesia penulisan kitab tafsir telah dmulai sejak abad
XVI dan masih berlanjut hingga sekarang, setiap penafsiran pada abad yang
berbeda akan menghasilkan corak penafsiran yang berbeda pula. Pada kesempatan
kali ini penulis ingin membahas secara global tentang tafsir sufi karya
Jalaludin Rahmat yang di erbeitkan pada tahun1999, tafsir ini sendiri memiliki
corak penafsiran yang berbeda dengan tafsir al-qur’an pada umumnya sehingga
menarik untuk dikaji lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Pengarang
Jalaluddin Rahmat, populer dengan panggilan kang Jalal,
lahir di Bandung pada tanggal 29 Agustus 1949. Berasal dari keluarga terdidik
terutama dalam bidang agama Islam. Sebagaimana dikutip oleh penuis dari www.referensimakalah.com,
Jalaluddin Rahmat pernah mengatakan, “Saya dilahirkan dalam keluarga Nahdiyyin
(orang-orang NU). Kakek saya punya pesantren di Puncak Bukit Cicalengka. Ayah
saya pernah ikut serta dalam pejuangan gerakan keagamaan untuk menegakkan
syariat Islam. Begitu bersemangatnya, beliau sampai meninggalkan saya pada
waktu kecil untuk bergabung bersama para pecinta syariat. Saya lalu berangkat
ke kota Bandung untuk belajar di SMP.”
Ayahnya meninggalkan lemari buku yang dipenuhi oleh
kitab-kitab berbahasa Arab. Dari buku-buku (kitab) peninggalan ayahnya itulah,
beliau bertemu dengan Ihya Ulum al-Din, karya imam al-Ghazali. Ia begitu
terguncang sehingga seperti (dan mungkin memang) gila. Ia meninggalkan SMA-nya
dan berkelana menjelajah ke beberapa pesantren di Jawa Barat. Pada masa SMA itu
pula ia bergabung dengan kelompok Persatuan Islam (Persis) dan aktif masuk dalam
kelompok diskusi yang menyebut dirinya Rijalul Ghad atau pemimpin masa depan.
Pada saat yang sama, Jalaluddin Rahmat juga bergabung dengan
Muhammadiyah, dan dididik di Darul Arqam Muhammadiyah dan pusat pengkaderan
Muhammadiyah. Dari latar belakang itu ia sempat kembali ke kampung untuk
memberantas bid’ah, khurafat dan takhayul. Tapi yang ia
berantas adalah perbedaan fikih antara Muhammadiyah dan fikih NU orang
kampungnya. Misi hidupnya waktu itu adalah rumuskan singkat: menegakkan misi
Muhammadiyah dengan Memuhammadiyahkan orang lain. Bahkan suatu ketika membuang
beduk dari masjid di kampungnya, karena itu dianggap bid’ah.
Dalam posisinya sebagai dosen, ia memperoleh beasiswa
Fulbright dan masuk Iowa State University. Ia mengambil kuliah Komunikasi dan
Psikologi. Tetapi ia lebih banyak memperoleh pengetahuan dari perpustakaan
universitasnya. Berkat kecerdasannya Ia lulus dengan predikat magna cum laude.
Karena memperoleh 4.0 grade point average, ia terpilih menjadi anggota Phi
Kappa Phi dan Sigma Delta Chi.
Pada tahun 1981, ia kembali ke Indonesia dan menulis buku
Psikologi Komunikasi. Ia merancang kurikulum di fakultasnya, memberikan kuliah
dalam berbagai disiplin, termasuk Sistem Politik Indonesia. Kuliah-kuliahnya
terkenal menarik perhatian para mahasiswa yang diajarnya. Ia pun aktif membina
para mahasiswa di berbagai kampus di Bandung. Ia juga memberikan kuliah Etika
dan Agama Islam di ITB dan IAIN Bandung, serta mencoba menggabungkan sains dan
agama.
Jalaluddin Rahmat meninggalkan kampus tempatnya mengajar dan
melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke kota Qum, Iran, untuk belajar Irfan
dan filsafat Islam dari para Mullah tradisional, lalu ke Australia untuk
mengambil studi tentang perubahan politik dan hubungan internasional dari para
akademisi moderen di ANU (Australia's national university). Dari ANU
inilah ia meraih gelar Doktornya.
Di Fakultas ilmu Komunikasi, UNPAD. Ia juga mengajar di
beberapa perguruan tinggi lainnya dalam Ilmu Komunikasi, Filsafat Ilmu, Metode
Penelitian, dll. Secara khusus ia pun membina kuliah Mysticism (Irfan/ Tasawuf)
di Islamic College for Advanced Studies (ICAS), Paramadina University, yang ia
dirikan bersama almarhum Prof. Dr. Nurcholis Madjid, Dr. Haidar Bagir, dan Dr.
Muwahidi sejak tahun 2002.
Sebagai aktifis ia membidani dan menjadi Ketua Dewan Syura
Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang kini sudah mempunyai
hampir 100 Pengurus Daerah (tingkat kota) di seluruh Indonesia dengan jumlah
anggota sekitar 2,5 juta orang. Ia juga menjadi pendiri Islamic Cultural Center
(ICC) Jakarta bersama Dr. Haidar Bagir dan Umar Shahab.
Dengan latar belakang keluarga, pendidikan, sekaligus sosial
budaya yang terurai seperti di atas secara umum pemikiran Jalaluddin Rahmat dapat
dikategorikan dalam beberapa aspek. Mulai dari aspek bidang pendidikan, fikih,
komunikasi, sosial, sampai pada tasawuf seperti karya-karyanya yang mencakup
beberapa aspek.
Jalaluddin Rahmat membentuk dan aktif dalam lembaga-lembaga
modern seperti Yayasan Paramadina Jakarta, Pusat Kajian Tasawuf dengan nama
Yayasan Tazkiya Sejati. Lalu pada 2004 Kang Jalal juga mendirikan dan memimpin
satu forum lagi yang khusus bergerak di bidang kajian tasawuf, yaitu Kajian
Kang Jalal (KKJ) yang pernah bermarkas di Gedung Bidakara, Jakarta.
Berikutnya, tahun 2003 mendirikan ICAS-Paramadina dan
mendirikan Islamic Cultural Center (ICC), sejak tahun 2004 ia membina LSM OASE
dan Bayt Aqila dan aktif membina Badan Perjuangan Kebebasan Beragama dan
Berkepercayaan (BPKBB), sebuah forum dialog. silaturahmi dan kerjasama atak
tokoh-tokoh pemimpin agama-agama dan aliran kepercayaan di Indonesia. Terakhir
sejak Agustus 2006 Ia membina The Jalal-Center for Enlightenment (JCE) di
Jakarta.
Selain aktif berdakwah, Kang Jalal juga mengisi seminar
keagamaan di berbagai tempat, mengajar di Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, ICAS-Paramadina & ICC Jakarta dan UNPAD Bandung, Jalaluddin Rahmat
menyisihkan waktu untuk mengisi pengajian rutin (Kuliah Ahad Pagi) di Masjid
al-Munawarah, masjid di dekat rumah yang jama’ahnya sudah dibina sejak tahun
1980-an.
Jalaluddin Rahmat merupakan muballig yang ilmuwan, tokoh
pembaharu islam, pendidik dan tokoh pembaharu. Selain itu dia juga seorang
penulis yang produktif. Beliau mampu menulis beberapa cabang ilmu, diantaranya
adalah tashawuf, kandungan al-Quran dan Hadits, sosial, komunikasi, fikih, dan
laian sebagainya. Sebagaian karya-karyanya dibuat dalam rangka menjawab
tantangan dan paham paradigma yang beliau anggap keliru.
Di antara karya Jalaluddin Rahmat, baik yang sudah
diterbitkan maupun yang disampaiakn kepada para mahasiswa dan masyarakat adalah
sebagai berikut:
Psikologi
Komunikasi (1985)
Islam
Alternatif (1986).
Islam
Aktual (1991),
Renungan-Renungan
Sufistik (1991).
Retorika
M oderen (1992)
Catatan
Kang Jalal (1997).
Reformasi
Sufistik (1998).
Jalaluddin
Rakhmat Menjawab Soal-Soal Islam Kontemporer (1998).
Meraih
Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik (1999).
Tafsir
Sufi Al-Fâtihah (1999).
Rekayasa
Sosial: Reformasi Atau Revolusi? (1999).
Rindu
Rasul (2001).
Dahulukan
Akhlak Di Atas Fikih (2002).
Psikologi
Agama (2003)
Meraih
Kebahagiaan (2004)
Belajar
Cerdas Berbasiskan Otak (2005).
Memaknai
Kematian (2006)
Islam
dan Pluralisme, Akhlak Al-Quran dalam Menyikapi Perbedaan (2006).
B.
Latar Belakang Penulisan Tafsir
Pada kata pengantar, Jalaludin telah menyinggung tentang
posisi tafsir sufi dalam dunia akademis, beliau memulai pembahasan dengan
keadaan tafsir sufi pada masa Abu Abdurrahman as-Sulami dan as-Syaikh al-Akbar
ibnu Arabi yang tafsirnya kurang diterima atau mendapat respon negatif dari
para ulama pada masanya, karena tafsirnya dianggap menyimpang dari islam da
al-qur’an. Dari beberapa pembahasan dalam kata pengantar buku , penulis
menyimpulkan bahwa salah satu latar belakang ia menulis Tafsir al-Fatihah
adalah untuk memberikan suasana yang baru dalam tafsir yang bercorak sufistik,
serta menjelaskan tentang ta’wil batiniyah yang menyebabkan tafsir sufi
dianggap sesat dan menyesatkan. Sehingga para pembaca tidak asal menuduh tafsir
yang bercorak sufistik adalah sesat atau berbicara terlalu jauh dari batas
islam dan al-Qur’an.
C.
Sistematika Penulisan, Metode dan
Corak Penafsiran
Pada kitab tafsir ini Jalaludin memulai penulisannya dengan
menjelaskan pengertian tafsir dan ta’wil, hal tersebut terlihat jelas pada bab
pertama dalam kitab tafsir in. jalaludin membedakan antara tafsir dan ta’wil,
yang mana menurut definisi beliau tafsir adalah penjelasan tentang al-qur’an
dengan merujuk pada keterngan dalam al-qur’an atau penjelasan dalam hadis, atau
pernyataan para sahabat dan tabiin (tafsir bil ma’tsur) atau dengan
berusaha menemukan makna yang tepat melalui penelitian yang benar (tafsir
bil ra’yi). Sedangkan ta’wil memiliki dua makna yang membedakannya dengan
tafsir. Pertama, ta’wil itu mengalihkan makna yang meragukan pada makna yang
meyakinkan dan menentramkan. Kedua, ta’wil adalah makna batiniyah, disamping
makna utama atau lahiriyah. Pada bab selanjutnya Jalaludin membahas tentang
fadhilah surat al-fatihah, tafsir isti’adzah dan kasykul.
Setelah penulis membaca isi kitab tafsir ini, penulis
menyimpulkan bahwa kitab tafsir ini menggunakan metode maudlu’I, sedangkan
untuk corak penafsirannya adalah sufi. Dalam menjelaskan tafsrinya beliau
banyak mengambil hadis dari ahlul bait.
D.
Isi dan Pembahasan Tafsir Sufi
al-Fatihah
Sebagaimana yang tertera pada back cover kitab ini
merupakan muqaddimah tafsir al-Fatihah. Mungkin itulah sebab mengapa
pembahasan kitab ini tidak menafsirkan surat al-fatihah sebagaimana mestinya.
Ia memaparkan nama-nama lain surat
al-fatihah seperti ummul kitab, ummul qur’an yang berarti surat ini
mencakup semua rahasia yang tinggi, yang menjadi tujuan paling utama dan dicari
seorang hamba. Sab’al-matsani yang diambildari kata sab’ yang
berarti tujuh: mengacu pada tujuh ayat al-fatihah, al-matsani yang
berarti berulangulang karena berkali-kali dibaca dalam lima waktu sholat. Surat
al-hamd, disebut demikian karena karena banyak surat dalam al-qur’an
dikenal dengan surat pertamanya; misalnya surat thaha, yasin dan
lain-lain. Surat ad-du’a disebut demikian karena dalam al-fatihah
terdapat permohonan hamba yang lemah kepada tuhan yang maha perkasa, serta
dialog antara pecinta dan yang dicintainya. surat as-syifa, disebut
demikian karena sebuah hadis menyebutkan bahwa al-fatihah dapt mnyembuhkan
orang yang tersengat kalajengking.
Setelah menjelskan nama-nama lain surat al-fatihah,
jalaludin membahas tentang fadhilah atau keutamaan surat al-fatihah, yang
antara lain adalah:
- Lebih baik dari kesenangan duniawi
- Turun langsung dari arsy tuhan
- Keistimewaan bagi umat Rasulullah SAW
- Besar pahala bagi pembacanya
- Shalat tidak sah tanpa membaca al-fatihah
- Memberikan pengampunan dan perlindungan
- Memberikan kesembuhan untuk berbagai penyakit
Selanjutnya Jalaludin membahas tentang ist’adzah atau
yang sering disebut ta’awudz, meskipun tidak termasuk dalam surat
al-fatihah dan bukan bagian dari al-qur’an, tetapi kita diperintahkan untuk
membacanya sebelum membaca al-qur’an. Menurut ibn Qayyim sebagaimana dikutip
Jalaludin,beberapa alasan beristi’adzah atau berlindung dari setan sebelum
membaca al-qur’an adalah, pertama, al-qur’an adalah obat untuk penyakit
hati, untuk menghilangkan apa yang dimasukkan setan kedalamnya berupa keraguan,
dorongan nafsu dan kemauan buruk, tuhan memerintahkan agar kita mengusir sumber
penyakit dan mengosongkan hati daripadany, sehingga ketika obat datang hati
dalam keadaan kosong dengan begitu khasiat al-qur’an bisa diserap secara
maksimal, kedua, al-qur’an adalah sumber petunjuk, ilmu dan kebaikan
dalam hati, al-qur’an adalah air yang menumbuhkan tanaman dan setan adalah api
yang membakar tanaman, setiap kali setan melihat tumbuhnya kebaikan dalam hati
manusia maka setan berusaha membakarnya. Ketiga, para malaikat suka
mendekati para pembaca al-qur’an dan mendengarkan bacaanya. Keempat, setan
berusaha menarik pembaca al-qur’an dengan tipuan dan rekayasa sehingga ia
berpaling dari al-qur’an. Kelima, karena Allah senang mendengar qari’
yang sedang bermunajat kepada Allah dengan membaca firman-firmanNYA. Keenam,
karena setan selalu berusaha mengganggu para pembaca al-qur’an dengan
mengacaukan pikiran dan hati mereka. Ketujuh, ketika manusia sedang
memperhatikan kebaikan atau sedang melakukanya, setan sangat ingin untuk
memutuskan perhatiannya itu. Kedelapan, kerena beristi’adzah sebelum
qira’at adalah tanda dan ciri bahwa yang akan dibaca adalah al-qur’an. Karena
itu isti’adzah tidak pernah dibaca sebelum apapun selain al-qur’an.
Adapun
beberapa keutamaan Isti’adzah adalah:
- Menghindarkan pertengkaran
- Sebagai dzikir pagi dan petang
- Menjauhkan diri dari setan
- Do’a masuk rumah
- Do’a bangun dari mimpi buruk
- Do’a perlindungan bagi anak-anak
- Do’a diatas mimbar
- Mematahkan punggung setan
Setelah banyak membahas tentang keutamaan ist’adzah.
Jalaludin menjelaskan tentang lima rukun isti’adzah, yaitu: isti’adzah
yang berarti memohon perlindungan, penjagaan, dan pertolongan, ada tiga syarat
untuk melakukan isti’adzah yaitu pengetahuan, keadaan, dan perbuatan. Al-muta’idz
adalah orang-orang yang melakukan isti’adzah, yaitu kita semua sebagai hamba
Allah; melakukan isti’adzah hukumnya wajib karena diperintahkan oleh tuhan dan
dicontohkan oleh rasulnya. Al-musta’idz bihi adalah berlindung
kepada Allah dengan menggunakan kalimat Allah. Al-musta’idz minhu,
memohon perlindungan dari segala sesuatu yang mendatangkan kesengsaraan dan
kerusakan kepada kita. Fima yasta’dzu lahu: dengan beristi’adzah
kita ingin mengumpulkan kebaikan dari pemilik kebaikan dan menghindari
keburukan yang berasal dari sumber keburukan.
Pada setiap akhir pembahasan Jalaludin menuliskan kasykul
yang berisi catatan tambahan seperti hadis dan nasehat yang ditulis dengan
rima, khasiat surat al-fatihah dan bermacam-macam isti’adzah yang digunakan
oleh ahlul bait.
BAB III
PENUTUP
Jika diamati tafsir sufi karya jalaludin ini tidak
menafsirkan ayat-ayat al-qur’an seperti pada umumnya, karena jalaludin baru
memberi muqaddimah untuk tafsir al-fatihah. Namun, banyak ilmu yang bisa
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama untuk masyarakat awam.
Adanya kasykul dalam setiap akhir pembahasan dapat memperkaya wawasan pembca
kitab tafsir sufi al-fatihah.satu hal yang penulis simpulkan, bahwa kitab
tafsir ini tidak dimaksudkan untuk para ulama dan akademisi. Buku ini ditujukan
untuk semua orang yang melihat al-Qur’an sebagai petunjuk praktis untuk
mendekatkan diri kepada Allah.
Daftar
Pustaka
Baidan,
Nasrudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005
Rahmat, Jalaludin. Tafsir Sufi
al-Fatihah. Mukaddimah. Bandung: Rosda. 1999
http://www.referensimakalah.com/2013/01/biografi-jalaluddin-rahmat.html.
diakses pada tanggal 12 Mei 2013
0 komentar:
Posting Komentar