Fiqih siyasah
Tema : Kehidupan Politik Pada Masa Khulafa Al
Rasyidin (4 khalifah)
Kehidupan Politik Pasca Masa Khulafa
Al Rasyidin (Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah )
AL
Khufala Al – Rasyidin
Dengan wafat
nya Nabi maka berakhirlah stuasi yang sangat unik dalam sejarah islam, yakni
kehadiran seorang pemimpin tunggal yang memiliki otoritas spiritual dan
temporal (duniawi) yang berdasarkan
kenabian dan bersumberkan wahyu Illahi.
Nabi
Muhammad adalah utusan Tuhan yang terakhir. Sementara itu beliau tidak
meninggalkan wasiat atau pesan tentang siapa di antara para sahabat yang harus
menggantikan beliau sebagai pemimpin umat. Itulah kiranya mengapa ada 4
Al-khulafa al – Rasyidin.
ABU
BAKAR (11-13H / 632-634 M)
Abu Bakar
menjadi khalifah yang pertama melalui pemilihan dalam satu pertemuan yang
berlangsung pada hari kedua setelah Nabi Wafat dan sebelum jenazah beliau di
makamkan. Itulah antara lain yang menyebabkan kemarahan keluarga Nabi,
khususnya Fatimah, putrid tunggal beliau.
Pada hari
itu Umar Bin Khattab mendengar berita bahwa kelompok ansar mendengar berita
sedang melangsungkan pertemuan di Saqifah atau Balai pertemuan Bani Saidah,
Madinah, Untuk mengangkat Saad Bin Ubadah, seorang tokoh ansar dari suku
khazraj, sebagai khalifah. Dalam keadaan gusar umat cepat cepat pergi kerumah
kediaman Nabi dan menyuuh seseorang untuk menghubungi Abu Bakar, yang berada
dalam rumah, dan memintanya supaya keluar. Semula Abu Bakar Menolak denagan
alsan sedang sibuk. Tetapi akhirnya dia keluar setelah di beritahu telah
terjadi peristiwa penting yang mengharuskan kehadiran Abu Bakar.
Sampai di
balai pertemuan ternyata sudah datang pula sejumlah orang Muhajirin, dan bahkan
telah terjadi perdebatan sengit antara kelompok Ansar dan kelompok Muhajirin.lalu
Abu Bakar dengan nada tenang mulai berbicara. Kepada kelopok Ansar beliau
mengingatkan bukan kah Nabi pernah bersabda bahwa kepemimpinan umat islam itu
seyogianya berada pada tengah suku Quraisy, dan bahwa hanya pada di bawah
pimpinan itulah akan terjamin keutuhan, keselamatan dan kesejahteraan bangsa
Arab. Kemudian Abu Bakar menawarkan dua tokoh Quraisy untuk dipilih sebagai
khalifah, Umar Bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarah. Orang orang ansar
tampaknya sangat terkesan oleh ucapan Abu Bakar itu, dan Umar tidak menyia
nyiakan momentum yang sangat baik itu. Dia bangun dari tempat duduknya dan
menuju ke tempat Abu Bakar untuk ber baiat dan menyatakan kesetiannya kepada
Abu Bakar sebagai Khalifah, seraya menyatakan bahwa bukanlah Abu Bakar yang
selalu di minta oleh Nabi untuk menggantikan beliau sebagai imam sholat
bilamana Nabi sakit, dan bahwa Abu Bakar adalah sahabat yang paling di sayangi
oleh Nabi. Gerakan Umar itu diikuti oleh Abu Ubaidah bin Jarah. Tetapi sebelum
kedua tokoh Quraisy itu tiba di depan Abu Bakar dan mengucapkan baiat, Basyir
bin Saad, seorang tokoh Ansar dari suku Khazraj, mendahului mengucapkan
baiatnya kepada Abu Bakar. Barulah kemudian Umar dan Abu Ubaidah serta para
hadirin, baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar dari Aus. Baiat terbats
ini kemudian terkenal dala sejarah Islam dengan nama Bai’at Saqifah atau baiat
di bali pertemuan. Para sahabat senior
tersebut kemudian seorang demi seorang, kecuali Zubair, dengan sukarela
berbaiat kepada Abu Bakar. Zubair memerlukan tekanan dari Umar agar bersedia
berbaiat. Adapun Ali bin Abu Thalib, menurut banyak ahli sejarah baru berbaiat
kepada Abu Bakar setelah Fatimah, istri Ali, dan putri tunggal Nabi wafat 6
bulan kemudian.
B. UMAR
BIN KHATTAB ( 13-23H / 634–644M )
Berbeda
dengan pendahulunya, Abu Bakar, mendapatkan kepercayaan sebagai khallifah kedua
tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi
melalui penunjukan atau wasiat oleh pendahulunya. Pada tahun ketiga sejak
menjabat khlifah, Abu Bakar mendadak jatuh sakit. Selama 15 hari dia tidak
pergi ke masjid dan meminta kepada Umar agar mewakilinya menjadi imam sholat.
Makin hari makin sakit Abu Bakar makin parah dan timbul perasaan padanya bahwa
ajal sudah dekat. Sementara itu kenangan tentang pertentangan di balai
pertemuan Bani Saidah masih segar dalam ingatannya. Dia khawattir kalau tidak
segera menunjuk pengganti dan ajal segera datang, akan timbul pertentangan di
kalangan umat islam yang dapat lebih hebat daripada ketika Nabi wafat dahulu.
Bagi Abu Bakar orang yang paling tepat menggantikannya tidak lain adalah Umar
bin Khattab. Maka dia mulai mengadakan konsultasi tertutup dengan beberapa
sahabat senior yang kebetulan menengok di rumahnya. Diantara mereka adalah Abd
al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan dari kelompok Muhajirin, serta Asid bin
Khudair dari kelompok Ansar. Pada dasarnya semua mendukung maksud Abu Bakar,
meskipun ada beberapa diantaranya yang menyampaikan catatan Abd al-Rahman
misalnya, mengingatkan akan sifat “keras” Umar. Peringatan itu dijawab oleh Abu
Bakar bahwa Umar yang bersifat keras selama ini karena melihat sifat Abu Bakar
yang biasanya lunak, dan kelak kalau Umar sudah memimpin sendiri dia akan
berubah menjadi lebih lunak. Suatu hal yang cukup menarik ialah seusai
berkonsultasi dengan Abd al-Rahman bin Auf dan Utsman bin Affan, Abu Bakar
berpesan kepada mereka berdua agar tidak menceritakan isi pembicaraan itu
kepada orang lain.
Abu Bakar
memanggil Utsman bin Affan, lalu mendiktekan pesannya. Baru saja setengah dari
pesan itu didiktekan, tiba tiba Abu Bakar jatuh pingsan, tetapi Utsman terus
saja menuliskannya. Ketika Abu Bakar sadar kembali dia bertanya kepada Utsman
supaya membacakan apa yang telah dia tuliskan. Utsman membacanya, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa Abu Bakar telah menujuk Umar bin Khattab supaya
menjadi penggantinya (sepeninggal dia nanti). Seusai dibacakan pesan yang
sebagian ditulis oleh Utsman sendiri itu Abu Bakar menyatakan pula bahwa
tampaknya Utsman juga ikut gusar terhadap kemungkinan perpecahan umat kalau
pesan itu tidak diselesaikan.
Sesuai
dengan pesan tertulis tersebut, sepeninggal Abu Bakar, Umar bin Khattab di
kukuhkan sebagai khalifah kedua dalam suatu baiat dan terbuka di mesjid Nabawi.
C.
UTSMAN BIN AFFAN ( 23-35H / 644-656M )
Utsman bin
Affan menjadi khalifah yang ketiga melalui proses lain lagi, tidak sama dengan
Abu Bakar, tidak serupa pula dengan Umar. Dia dipilih oleh sekelompok orang
yang nama namanya sudah di tentukan oleh Umar sebelum dia wafat.
Waktu itu
datanglah sejunlah tokoh masyarakat mohon kepada Umar supaya segera menunjuk
pengganti, karena mereka khawatir bahwa akibat luka lukanya itu Umar tidak akan
hidup lebih lama lagi dan kalau sampai wafat tanpa terlebih dahulu menunjuk
penggantinya di khawatirkan akan terjadi pertentangan dana perpecahan
dikalangan umat. Tetapi Umar menolak memenuhi permintaan mereka dengan alasan
bahwa orang orang yang menurut pendapatnya pantas ditunjuk sebagai pengganti
sudah lebih dahulu meniggal. Bahkan Umar marah besar ketika tokoh tokoh
tersebut mengusulkan agar dia menunjuk salah seorang putranya sendiri Abudulah
Bin Umar. Akhirnya Umar menyerah tetapi tidak secara langsung menunjuk
pengganti. Dia hanya menyebutkan enam sahabat senior dan merekalah nanti
sepeninggalnya yang harus memilih seorang di antara mereka untuk menjadi
khalifah: Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan, Saad bin Abu Waqqas, Abd
al-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah, serta Abudllah
bin Umar, putranya, tetapi “tanpa hak suara”. Menurut Umar dasar pertimbangan
mengapa memilih enam orang tersebut, yang semuanya dari kelompok Muhajirin atau
Quraisy, karena mereka berenam itu dahulu dinyatakan oleh Nabi sebagai calon
calon pengurus surga, dan bukan karena mereka masing masing mewakili kelompok
atau suku tertentu. Pesan Umar, sepeninggalnya nanti mereka berenam segera
berunding dan dalam waktu paling lama tiga hari sudah dapat memilih salah
seorang diantara mereka menjadi khalifah.
Setelah Umar
wafat lima dari
enam orang tersebut segaera bertemu untuk merundingkan pengisiian jabatan
khalifah. Sejak awal jalannya pertemuaan itu sangat alot. Abd al-Rahman bin Auf
menciba memperlancarnya dengan himbauan agar sebaiknya di anatara mereka dengan
sukarela membuka diri dan memberi kesempatan kepada orang yang betul betul
paling memenuhi syarat untuk dipilih sebagai khalifah. Tetapi himbauan itu
tidak berhasil. Kemudian Abd al-Rahman sendiri menyatakan mengundurkan diri,
tetapi tidak ada seorang pun dari empat orang yang lain itu mengikutinya. Dalam
keadaan macet itu Abd al-Rahman bermusyawarah dengan tokoh tokoh selain ke
empat orang tersebut. Mereka terbelah menjadi 2 kubu : pendukung Ali dan
pendukung Utsman. Dalam pertemuaan berikutnya dengan empat rekannya, Abd
al-Rahman menanyakan kepada Ali bin Abu Thalib, bahwa seandainya bukan dia
(Ali), siapa menurut pendapatnya yang patut menjadi khalifah. Ali menjawab :
Utsman. Pertanyaan yang sama di ajukan kepada Zubair dan Saad, dan jawaban
mereka berdua sama : Utsman. Terakhir pertanyaan yang sama diajukan pula kepada
Utsman dan Utsman menjawab Ali. Dengan demikian semakin jelas bahwa hanya dua
calon untuk jabatan khalifah: Ali dan Utsman. Kemudian Abd al-Rhman menanyakan
kepadanya seandainya dia di pilih menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan
tugasnya berdasarkan Alquran, sunah Rosull dan kebijaksanaan dua khalifa
sebelum dia. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh
pengetahuaan dan kemampuaannya. Abd al-Rahman berganti mengundang Utsman dan
mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya. Dengan tegas Utsma menjawab “ya!
Saya sanggup”. Berdasarkan jawaban itu Abd al-Rahman menyatakan Utsman menjadi
khalifah ketiga.
D. ALI
BIN ABU THALIB (35-40H / 656-661M )
Ali bin Abu
Thalib 12 tahun kemudian, diangkat menjadi khalifah yang ke empat melalui
pemilihan yang penyelenggaraannya jauh dari sempurna. Setelah para pemberontak
membunuh Utsman bin Affan, mereka mendesak Ali agar bersedia diangkat menjadi
khalifah. Ali menolak desakan para pemberontak, dan menanyakan dimana peserta
(pertempuran) Badar, dimana Thalhah, Zubair dan Saad, karena merekalah yang
berhak menentukan tentang siapa yang harus menjadi khalifah. Maka muncul lah
tiga tokoh senior itu dan berbaiat kepada Ali dan segera diikuti oleh orang
banyak, baik dari kelompok Muhajirin maupun kelompok Ansar. Orang pertama yang
berbaiat kepada Ali adalah Thalhah bin Ubaidillah.
Perlu
kiranya dikemukakan bahwa terdapat perbedaan antara pemilihan terhadap Abu
Bakar dan Utsman dan pemilihan terhadap Ali. Dalam dua pemilihan yang terdahulu
meskipun mula mula terdapat sejumlah orang yang menentang, tetapi setelah calon
calon itu terpilih dan diputuskan menjadi khalifah orang orang tersebut
menerimanya dan ikut berbaiat serta menyatakan kesetiaannya termasuk Ali, baik
kepada Abu Bakar maupun terhadap Utsman. Lain hal nya dalam pemilihan terhadap
Ali penetapannya sebagai khalifah ditolak antara lain oleh Muawiyah bin Abu
Sofyan, gubernur di Suria yang keluarga Utsman, dengan alasan : pertama Ali
harus bertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman. Kedua, berhubung wilayah
Islam telah meluas timbul komunitas Islam, maka hak untuk menentukan pengisian
jabatan khalifah tidak lagi merupakan hak mereka yang berada di Madinah saja.
KEHIDUPAN POLITIK PASCA
KHULAFAURRASYIDIN
A.BANI UMAYYAH
Nama
Bani Umayyah dalam bahasa arab berarti anak turun Umayyah,yaitu Umayyah bin
Abdul Syams,salah satu pemimpin dalam kabilah suku Quraisy. Abdul Syams adalah
saudara dari Hasyim,sama-sama keturunan Abdul Manaf,yang menurunkan Bani
Hasyim. Dari Bani Hasyim inilah lahir Nabi Muhammad.
Pada
masa sebelum islam,Bani Umayyah selalu bersaing dalam Bani Hasyim. Pada waktu
itu,Bani Umayyah selalu bersaing dengan Bani Hasyim. Pada waktu itu,Bani
Umayyah lebih berperan dalam masyarakat mekah. Hal itu disebabkan mereka menguasai
pemerintahan dan perdagangan yang banyak bergantung kepada pengunjung kakbah.
Dipihak lain,Bani Hasyim adalah orang-orang yang berekonomi sederhana.
Keadaan
mulai berubah pada waktu Nabi Muhammad SAW,salah seorang dari Bani
Hasyim,mendapatkan wahyu Allah SWT untuk mengembangkan agama islam,Bani Umayyah
merasa bahwa kekuasaan dalam perekonomiannya terancam. Oleh sebab itu,merka
menjadi penentang utama dalam perjuangan Nabi Muhammad SAW.
1.Awal Berdirinya
Setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW,pemerintahan islam dipegang oleh Abu Bakar
as-Siddiq. Pada masa itu,Bani Umayyah merasa bahwa kelas mereka di bawah kaum
Anshar dan Muhajitin. Hal itu disebabkan,mereka masuk islam pada gelombang yang
terakhir,untuk mendapat kelas yang setingkat,mereka harus menunjukkan
perjuangan mereka dalam perang membela islam. Ketika itu,Muawiyyah bin Abu
Sufyan berjasa karena keterlibatannya dalam perang riddah untuk menumpas kaum
murtad. Pada masa pemerintahan usman bin Affan,Muawiyyah bin Abu Sufyan diangkat menjadi gubernur di Suriah
menggantikan saudaranya. Bani Umayyah juga mendapatkan ketetapan bahwa mereka
menjadi penguasa disana,sebagaimana orang Quraisy mendapatkan kekuasaan di
Mekah. Hal itu juga disebabkan karena Usman bin Affan adalah salah seorang Bani
Umayyah .
Masa
pemerintahan Ali bin Abi Talib menjadi awal perpecahan umat islam. Hal ini
disebabkan oleh kematian Usman bin Affan yang terbunuh.
2.Masa Pemerintahan
Muawiyyah
bin Abu Sufyan mengawali pemerintahan 90 tahun Bani Umayyah di Damaskus. Dalam
peristiwa amul jama’ah yang menjadi titik awal pemerintahan Bani
Umayyah,Muawiyyah bin Abu Sufyan membuat kesepakatan dengan Hasan bin Ali. Isi
kedepakatan itu, antara lain mengenai pergantian kekuasaan yang akan diserahkan
kepada musyawarah umat islam. Umat islam berhak menentukan siapa yang akan
menjadi khlifah,akan tetapi,muawiyyah bin Abu Sufyan melanggar kesepakatan itu.
Ia mewariskan kekuasaan secara turun-temurun kepada anggota Bani Umayyah. Hal
inilah yang menyebabkan munculnya perlawanan dari masyarakat yang kecewa
terhadapnya.
Pada
masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan,umat islam menyebrangi sungai
Oxus,menguasai daerah Balkh, Bukhara, Khawarizm, Fergana dan Samarkan. Umat
islam juga memasuki India
dan menguasai Balukistan,Sind,Punjab,dan Multan.
Penyebaran
islam dilanjutkan pada masa al-Walid nin Abdul Malik. Pada tahun 711 M,Tariq
bin Ziyad menaklukan Aljazair dan Maroko. Ia bahkan menyebrang ke Spanyol dan
menguasai Kordoba,Sevilla,Elvira,dan Toledo.
Sebuah gunung batu tempat di mana Tariq bin Ziyad mendarat diabadikan dengan
namanya,yaitu jabal Tariq dan sekarang termahsyur dengan nama Gibraltar.
Sejak saat itulah islam mulai menyebar di Eropa serta mengembangkan berbagai
macam ilmu pengetahuan dari sana.
3.Keruntuhan Bani
Umayyah
Bani
Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal,diantaranya adalah terbaginya
kekuasaan Daulah Bani Umayyah ke dalam dua wilayah. Kholifah Marwah bin
Muhammad berkuasa di wilayah semenajung Tanah Arab,dan Kholifah Yazid bin Umar
berkuasa di wilayah Wasit. Namun yang
paling kuat diantara kedua wilayah tersebut adalah yang berpusat di Semenanjung
Tanah Arab. Sehingga para pendiri kerajaan Daulah Bani Abbasiyah terus menerus
mengatur strateginya untuk menumbangkan Kholifah Marwan dengan cara
apapun,termasuk menghabisi nyawanya. Pembunuhan terhadap Marwan bin Muhammad
dan Yazid bin Umar momwnt inilah yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran
daulah Bani Umayyah yang sudah berkuasa selama 90 tahun.
B.BANI
ABBASIYAH
1.Pembangunan Daulah
Bani Abbasiyah
Daulah
Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib,paman Nabi
Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin
Al-Abbas,atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani
Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656/750-1258 M. Lima setengah abad lamanya
keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khalifah islamiyah. Pusat
pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh pendiri Daulah Bani
Abbasiyah adalah: Abul Abbas As-Saffah,Abu Ja’far Al-Mansur,Ibrahim Al-Imam dan
Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai khalifah sebanyak 37 orang.
Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai Khalifah Al-Watsiq Billah
agama islam mencapai masa keemasan ( 132-232 H/749-879 M). Dan pada masa
kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim,islam mengalami masa
kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho
Khan pada tahun 656 H/1258 M.
2.Perbedaan antara
kekuasaan dinasti Abbasiyah dengan kekuasaan Dinasti bani Umayah,diantaranya
adalah:
Dinasti Umayyah sangat
bersifat Arab Orientid,artinya dalm segala hal para pejabatnya berasal dari
keturunan Arab murni,begitu pula corak peradaban yang di hasilakn pada dinasti
ini.
Dinasti Abbasiyyah
disamping bersifat arab murni,juga sedikit banyak telah terpengaruh dengan
corak pemikiran dan peradaban Persia,Romawi
Timur,Mesir dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan
dinasti Abbasiyah,luas wilayah kekuasaan islam semakin bertambah,meliputi
wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah,antara lain Hijaz,YamanUtara dan Selatan,
Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania,Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia,Al-jazair,
Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan dan meluas sampai ke Turki, Cina dan
juga India.
3.Bentuk-Bentuk
peradaban islam pada masa Daulah abbasiyah
Adapun
bentuk-bentuk peradaban islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai
berikut:
a.Kota-Kota Pusat
Peradaban
Diantara kota
pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adlah Baghdad
dan Samarra. Baghdad merupakan ibu kota
Negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775
M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan
kebangkitan ilmu pengetahuan. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,yang
berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Didalamnya terdapat 17 istana mungil
yang menjadi contoh seni bangunan islam di kota-kota lain.
b.Bidang Pemerintahan.
Dalam pembagian wilayah
(provinsi),pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat,gubernurnya
bergelar Amir/Hakim. Imaraat saat itu ada 3 macam yaitu: Imaraat
Al-Istikhfa,Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaraat Al-Istilau. Kepada
wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas,sedangkan desa/al-Qura
dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh. Dinasti Abbasiyah
juga telah membentuk angkatan perang yang kuat. Kholifah juga membentuk Baitul
Mal/Departemen keuangan untuk mengatur keuangan Negara khususnya. Disampaing
itu khalifah juga membentuk badan peradilan guna membantu khalifah dalam urusan
hokum.
c.Bangunan Tempat
Pendidikan dan Peribadatan
Diantara bentuk bangunan
yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adlah madrasah. Madrasah yang
terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah,yang didirikan di
Baghdad,Isfahan,Nisabur,Basrah,Tabaristan,Hara dan Musol oleh Nizam al-Mulk
seorang perdana mentri pada tahun 456-486 H. Selain madrasah terdapt juga
Kuttab,sebagai lembaga pendidikan dasar dan menegah,Majlis Muhadhoroh sebahai
tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan,serta Darul Hikmah sebagai
perpustakaan.
Disamping itu juga
terdapat masjid seperti masjid Cordova,Ibnu Toulun,Al-Azhar dan lain
sebagainya.
d.Bidang ilmu
pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa
Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu aqli. Ilmu naqli terdiri
dari Ilmu Tafsir,Ilmu Hadits,Ilmu Fiqih,Ilmu Kalam,Ilmu Tasawwuf dan Ilmu
Bahasa. Adapun Ilmu Aqli seperti: Ilmu Kedokteran,Ilmu perbintangan,Ilmu
Kimia,Ilmu Pasti,Logika,Filsafat dan Geografi.
4.Kemunduran Daulah
Bani Abasiyah
Kehancuran
Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui
proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemberontakan dari kelompok yang
tidak senang terhadap kepemimpinan Kholifah Abbasiyah. Disampin itu juga
kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad,disebabkan oleh
luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali,sehingga menimbulkan
disintegrasi wilayah.
Diantara
kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut:
a.
Mayoritas
kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan
cenderung hidup mewah.
b.
Luasnya
wilayah kekuasaan Abbasiyah,sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan
c.
Ketergantungan
kepada tentara bayaran
d.
Semakin
kuatnya pengaruh keturunan Turki dan Persia,yang menimbulkan kecemburuan
bagi bangsa Arab murni.
e.
Permusuhan
antar kelompok suku dan agama.
f.
Perang
salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
Penyerbuan tentara Mongol
di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghancurleburkan kota
Baghdad.
Daftar
Pustaka
Sadzali, Munawir, Islam
dan Tata Negara: Ajaran, sejarah da pemikiran. Jakarta: UI Press,1990
Haludhi, khuslan dan
Sa’id, Abdurrohim, Integrasi Budi Pekerti Dalam Pendidikan Agama Islam. Solo:
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,2004
0 komentar:
Posting Komentar