Selasa, 12 November 2013

Contoh Proposal Tesis (PPS PERENCANAAN)

            PROPOSAL TESIS
EFEKTIVITAS SUPERVISI KEPALA SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

A.      Latar Belakang Masalah
Sekolah sebagai organisasi yang menjalankan proses pendidikan dengan segala fungsi dan hasilnya, mempunyai perangkat yang mewujudkan fungsi dan tugasnya melalui manajemen pendidikan yang digunakan. Sebagai pelaksana manajerial sekaligus leader dalam organisasi sekolah adalah kepala sekolah. Kepala sekolah adalah kunci sukses dan tidaknya dalam terlaksananya proses pendidikan.
Dalam era globalisasi sekarang ini, sekolah harus mampu eksis dengan segala konsekuensinya melalui proses yang dilakukan. Keberadaan kepala sekolah sebagai kunci sukses pelaksanaan proses harus mampu memahami fungsi dan tugas serta tanggung jawab yang melekat yaitu, fungsi leadermanajer, edukator, supervisor, administrator, inovator, dan monitor.
Keberadaan kepala sekolah dalam menjalankan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya dalam manajemen tidak bisa terlepas dari peran pembantunya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Jackson dan Musselman (1989:104) manajemen adalah sarana seorang manajer untuk mencapai sesuatu dengan memanfaatkan orang lain. Seorang manajer berperan sebagai pemimpin, perencana, koordinator, pembimbing serta pengawas dan seorang manajer harus berperan sebagai fasilitator untuk meningkatkan kinerja bawahan sesuai dengan tingkat  yang berbeda-beda.
Manajemen sebagai proses dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donelly Jr (1985:37) bahwa manajemen merupakan suatu proses, rangkaian tindakan, aktivitas atau pekerjaan yang menunjukkan hasil akhir. Manajemen dikerjakan lebih dari satu orang di dalam organisasi.
Seluruh aktivitas yang dilakukan kepala sekolah tidak dapat dilakukan sendiri. Kepala sekolah membutuhkan bantuan dari kolega yang ada dalam organisasi sekolah, tanpa adanya kerjasama antara kepala sekolah dan pembantu-pembantunya (wakil kepala sekolah, guru, staf tata usaha) tidak akan dapat menjalankan fungsi manajerial dengan baik, bahkan akan gagal dalam menjalankan fungsi manajerial.
Manajemen sebagai profesi dikemukakan oleh Hoggets dan Kuratko (1988:4) sebagai suatu profesi adalah lapangan kerja yang pekerjaannya didirikan atas dasar pengertian struktur teori dari beberapa ilmu pengetahuan. Kemampuan yang mengiringi untuk terpenuhi sebagai sebuah profesi mempunyai lima kriteria: (1) harus mengandung pengetahuan tentang lapangannya, (2) memerlukan aplikasi yang cakap untuk pengetahuan itu, (3) menerima tanggung jawab sosial, (4) mengadakan pengawasan diri, dan (5) menerima sangsi.
Kepala sekolah adalah suatu profesi yang menuntut pengetahuan mapan, bidang kerja yang ditekuni membutuhkan pemahaman pengelolaan organisasi sekolah secara maksimal dan mempunyai kompetensi serta keahlian dibidangnya. Kepala sekolah yang profesional harus mempunyai kemampuan konseptual dan teknikal.
Kemampuan konseptual adalah kepala sekolah mampu membuat persepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi sekolah apabila program yang dibuat tidak sesuai dengan rencana yang dibuat bersama, mengkoordinasikan semua kegiatan dan kepentingan organisasi. Kemampuan ini  digunakan agar kepala sekolah sebagai manajer mampu bekerja sama, memimpin kelompok dan memahami anggota individu dan kelompok.
Kemampuan teknikal adalah kemampuan kepala sekolah dalam menggunakan alat, prosedur dan teknik di bidang khusus, misalnya teknik penyusunan program, berupa program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, teknik perencanaan anggaran dan teknik-teknik lain yang berkaitan dengan pengelolaan organisasi sekolah.
Kepala sekolah menjadi motor penggerak organisasi dalam kegiatan manajemen secara umum, mampu menghasilkan proses pendidikan berkualitas yang dilaksanakan oleh guru sebagai pelaksana proses pendidikan dan pembelajaran.

Dikemukakan oleh Mulyasa (2003: 11)
Sekolah diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan, materi yang diajarkan relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (out put), dan dampak (out come), serta melakukan penilaian, pengawasan, dan pemantauan berbasis sekolah secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal tersebut diperlukan terutama untuk menjamin mutu secara menyeluruh (total quality), dan menciptakan proses perbaikan yang berkesinambungan (continues improvement), karena perbaikan tidak mengenal kata berhenti.

Untuk mewujudkan program organisasi, kepala sekolah harus mempunyai kemapanan jiwa kepemimpinan. Dengan kemapanan dan skill kepemimpinan yang memadai diharapkan kepala sekolah dapat menjalankan fungsi dan tugasnya. Kemampuan kepemimpinan, manajerial sangat dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Oleh karena itu, skill kepemimpinan menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki kepala sekolah dalam menjalakan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya untuk mewujudkan tujuan organisasi. Organisasi yang profesional mempunyai prinsip-prinsip organisasi yang menjadi acuan kepala sekolah untuk menjalankan kinerja organisasi.
Purwanto (2009: 17) menyatakan prinsip organisasi yang baik hendaklah memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat sebagai berikut:
1)        Memiliki tujuan yang jelas.
2)        Tiap anggota dapat memahami  dan menerima tujuan tersebut.
3)        Adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan tindak dan kesatuan pikiran.
4)        Adanya kesatuan perintah (unity of command); para bawahannya mempunyai seorang atasan langsung; daripadanya ia menerima perintah atau bimbingan, dan kepada siapa ia harus mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya.
5)        Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing anggota.
6)        Adanya pembagian tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan bakat masing-masing sehingga dapat menimbulkan kerjasama yang harmonis dan kooperatif.
7)        Pola organisasi hendaknya relatif permanen, dan struktur organisasi disusun sesederhana mungkin, sesuai dengan kebutuhan, koordinasi, pengawasan dan pengendalian.
8)        Adanya jaminan keamanan  dalam bekerja (security of  tenure); anggota tidak merasa gelisah karena takut dipecat atau takut ditindak  dengan sewenang-wenang.
9)        Adanya gaji atau intensif yang setimpal dengan jasa/pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan gairah kerja.
10)    Garis-garis kekuasaandan tanggung jawab serta hierarkhi tata kerjanya jelas tergambar dalam struktur organisasi.
  Selanjutnya dikatakan Purwanto  (2009 : 18)
Kelancaran jalannya suatu organisasi dipengaruhi oleh sikap dan sifat kepemimpinan serta human relation yang berlaku didalamnya. Sering dikatakan orang bahwa human relation adalah inti kepemimpinan kepemimpinan adalah inti manajemen, dan manajemen adalah inti administrasi.

Dengan demikian kepala sekolah harus mampu membangun dan menjalankan prinsip-prinsip organisasi dengan baik dan benar, sehingga perjalanan organisasi dapat mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Sebagai leader kepala sekolah dalam mewujudkan kinerja yang maksimal dengan hasil yang optimal, mempunyai salah satu peran yang melekat pada dirinya adalah mensupervisi perjalanan kegiatan organisasi baik individu (guru), staf. Yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
 Purwanto (2009: 76) menyatakan supervisi ialah suatu aktivitas yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Dengan demikian supervisi dilakukan digunakan untuk; a) membangkitkan semangat dan merangsang guru-guru dan staf sekolah lainnya untuk menjalankan tugas dengan baik; b) berusaha mengadakan dan melengkapi kebutuhan sekolah  untuk kelancaran proses belajar mengajar; c) bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode –metode baru dalam proses belajar mengajar yang lebih baik; d) membina kerja sama yang baik dan harmonis antara, guru, murid dan staf sekolah lainnya; dan e) berusaha  mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan staf sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop, inse-vice training, atau up-grading
Berkaitan dengan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul tesis, “EFEKTIVITAS SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN” (Studi Kasus di SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang).

B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka main research question penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: Bagaimana Supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP A. Wahid Hasyim tebuireng selama ini. Untuk membantu menjelaskan focus penelitian tersebut, maka sub research question bisa diuraikan sebagai berikut:
1.      Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2.      Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3.      Tehnik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4.      Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5.      Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6.      Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.

C.     Tujuan Penelitian
Berangkat dari fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan bagaimana supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah di SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang, dengan uraian :
1.      Mendiskripsikan Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2.      Mendiskripsikan Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3.      Mendiskripsikan Tehnik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4.      Mendiskripsikan Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5.      Mendiskripsikan Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6.      Mendiskripsikan Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai supervisi Kepala Sekolah di SMP A. Wahid  Hasyim Tebuireng Jombang ini diharapkan memberi manfaat:
1.      Memperkaya khasanah kajian manajemen pendidikan khususnya bidang supervisi pendidikan.
2.      Menjadi sumbangan bagi dunia pendidikan umumnya, khususnya bagi SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang dalam melakukan supervisi sekolah di waktu yang akan datang.

E.     Batasan Masalah

Agar terdapat kesamaan dan pemahaman dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan konsep sebagai berikut :
Efektifitas  yang dimaksud dalam penelitian adalah ketepatan dan keterampilan kepala sekolah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam mengimplementasikan program yang dibuat.
Dalam buku yang ditulis oleh Husaini Usman menyebutkan tentang keefektifan dapat dilihat dari tiga perspektif: (1) keefektifan individu (input), (2) keefektifan proses, dan (3) keefektifan organisasi. Keefektifan individual ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kemampuan (keterampilan), motivasi, dan stress. Keefektifan kelompok ditentukan oleh kekompakan (cohesiveness), kepemimpinan, struktur, status, peran, dan norma. Keefektifan organisasi ditentukan oleh lingkungan, teknologi, pilihan strategis, struktur, proses, dan budaya.   
Supervisi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pengawasan utama; pengontrolan tertinggi.  Dalam hal ini supervisi dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu baik untuk dewan guru maupun staf, seperti meningkatkan kunjungan kelas dalam rangka supervisi akademik, observasi perbaikan, memotivasi semangat kerja guru, meninjau rencana pembelajaran, kesesuaian antara perangkat pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran.
Yang dimaksudkan dengan kepala sekolah adalah kepemimpinan kepala SMP A. Wahid Hasyim, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya pada organisasi sekolah dengan keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan melalui program-program yang dibuat serta inovasi yang dilakukan  khususnya tentang supervise yang dilakukan Kepala Sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada lembaga yang sedang dipimpin.
Kata “dalam “ di kamus besar bahasa Indonesia (2007 : 232) adalah kata depan untuk menandai sesuatu yang dianggap mengandung isi atau kiasan.
Arifin dalam hasil penelitiannya menemukan keberhasilan kepala sekolah dibuktikan dengan kepemimpinan dengan karakteristik yang kuat mempunyai inovasi dan visioner.
SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng yang dimaksud adalah lembaga pendidikan umum yang berada dalam naungan Yayasan Pesantren Tebuireng Kabupaten Jombang, dan dalam fungsi dan tugasnya adalah sebagai :
a)     Lembaga pendidikan umum tingkat pertama dibawah Pesantren Tebuireng Jombang.
b)    Lembaga pendidikan yang bertanggung jawab kepada orang tua murid, masyarakat, yayasan, dan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan
c)     Sekolah berstandart nasional yang berupaya memberikan pelayanan professional melalui proses-proses manajemen.
F.      Kajian Pustaka
Pada dasarnya banyak penelitian tentang supervisi pendidikan diantaranya adalah penelitian Tesis yang dilakukan oleh Warsito dengan judul Peranan Kepala Sekolah Sebagai Administrator dan Supervisor dalam meningkatkan kinerja guru di SD plus Al Firdaus Surakarta Tahun Pelajaran 2004 / 2005.
Warsito menemukan tiga temuan dalam penelitiannya bahwa; 1) Peranan Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor di sekolah telah diterapkan secara maksimal dan diterima oleh guru. 2) Meningkatnya kinerja guru SD plus Al Firdaus Surakarta ternyata banyak dipengaruhi oleh peran  Kepala Sekolah. Asumsi bahwa administrasi menjadi beban bagi guru serta supervisi menjadi momok bagi guru dapat dikurangi melalui pendekatan dan motivasi oleh peran Kepala Sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Laeli Kurniati dengan metode kwantitatif dalam skripsinya, mengangkat judul  pengaruh supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga menyimpulkan bahwa; secara simultan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga Tahun 2007. Supervisi yang dilakukan kepala sekolah menurut persepsi sebagian besar guru tergolong cukup. Oleh karena itu disarankan kepada kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas supervisi, seperti meningkatkan kunjungan kelas dalam rangka supervisi klinis, observasi perbaikan, memotivasi semangat kerja guru, meninjau rencana pembelajaran, kesesuaian antara perangkat pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran, observasi metode pembelajaran. Diharapkan dengan meningkatkan frekuensi kunjungan kelas akan menumbuhkan kinerja guru. Motivasi kerja guru tergolong baik sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan terutama dalam hal kemandirian dalam bekerja, mempertahankan pendapat dan memecahkan masalah. Diharapkan dengan meningkatnya motivasi kerja guru akan tumbuh kinerja yang lebih baik.    
1.      Organisasi Sekolah
Setiap kumpulan memerlukan pemimpin, aturan-aturan yang disepakati bersama, terprogram dan terukur, adanya struktur organisasi untuk mencapai tujuan bersama.
Usman (2009: 148) memberikan pengertian organisasi sebagai berikut, organisasi ialah proses kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Definisi ini mengandung arti bahwa setiap organisasi memiliki tiga komponen, yaitu (1) ada kerja sama (2) ada orang, dan (3) tujuan bersama.
Sagala (2009 : 78) meninjau secara falsafati;
Falsafah organisasi sebagai sekumpulan prinsip yang berfungsi sebagai pengarah serta sikap yang mendarah daging yang mampu mengkomuniasikan tujuan, rencana dan berbagai kebijakan serta prinsip yang tampak pada sikap, perilaku, dan tindakan yang berlangsung di seluruh jenjang organisasi pengambilan kebijakan pendidikan. Sebuah falsafah organisasi menempatkan nilai-nilai dan keyakinan organisasi yang membimbing tingkah laku anggotanya dalam seluruh aspek kegiatan organisasi. Nilai-nilai tersebut menggambarkan kebijakan organisasi yang dapat menyediakan garis pedoman organisasi  yang didalamnya rencana disusun, tujuan-tujuan ditetapkan dan strategi-strategi ditentukan, diimplementasikan dan diawasi. Kebijakan berikutnya menyediakan manajer dan separangkat tugas sebagai pembatas yang semua keputusan harus memuaskan.

Dikatakan oleh Phidarta (2004 : 125), mudah dipahami bahwa
produktivitas pendidikan ditentukan oleh praktek dan tradisi/kebiasaan bekerja personalianya. Bila para personalia memiliki kebiasaan bekerja secara efektif dan efisien akan dapat meningkatkan, sebaliknya bila mereka memiliki kebiasaan bekerja secara santai dan kurang cermat akan dapat merugikan organisasi. Dengan demikian iklim organisasi memang perlu dibina dan ditingkatkan. 
 
 Keberadaan organisasi sekolah yang baik didasarkan kepada kemapanan pengelolaan organisasi yang profesional dengan tersedianya segala kebutuhan infrastruktur maupun suprasrtuktur sekolah. Organisasi sekolah yang apa adanya akan menghasilkan hasil proses manajemen maupun proses out put yang apa adanya pula.
Keberadaan system organisasi sekolah yang baik dan profesional akan dapat memberikan pelayanan kepada publik dengan baik.
Sagala (2009: 79) mengatakan;
 Melalui organisasi sekolah memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil  atau mengejar tujuan yang sebelumnya tidak bisa dicapai oleh individu-individu secara sendiri-sendiri. Setiap organisasi sekolah tentu menghadapi masalah bagaimana organisasi sekolah itu berjalan dengan baik. Salah satu sarana  agar organisasi sekolah dapat berjalan baik, tentu struktur organisasinya harus sehat, efisien, dan melaksanakan asas organisasi.

Selanjutnya Sagala (2009: 79) mengutip pendapat Etzioni, organisasi sekolah yang baik, ditandai dengan pembagian kerja tegas dengan tenaga-tenaga yang memiliki kecakapan, ketrampilan khusus, dan hierarchi wewenang yang khas dalam melaksanakan kewenangan, tugas dan tanggung jawab organisasi.
2.      Kepemimpinan Sekolah

Sekolah sebagai organisasi adalah wadah yang harus dikelola dengan baik, keberadaan pimpinan sebagai syarat mutlak untuk dapat diwujudkan keberadaannya pada organisasi sekolah.
Muhaimin (2009: 29) menyatakan
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor  yang sangat berperan dalam organisasi, baik buruknya organisasi seringkali sebagian besar  tergantung pada faktor pemimpin. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa factor pemimpin memegang peranan   penting dalam pengembangan organisasi. Faktor pemimpin yang sangat penting adalah karakter dari orang yang menjadi pemimpin tersebut.

Kepala sekolah sebagai pemimpin menentukan arah perjalanan dan keberhasilan organisasi sekolah. Kemampuan kepemimpinan, pengorganisasian, komunikasi aktif terhadap bawahan menentukan faktor keberhasilan pendidikan.  Kepala sekolah sebagai manajer harus dapat mengelola organisasi dengan fungsi dan tugasnya yang melekat yaitu sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, organisator, dan monitor. Fungsi kepemimpinan ini harus dapat diwujudkan dalam mengelola proses perjalanan organisasi.
Usman (2009: 276) memberikan kriteria pemimpin dengan mempunyai peranan (PEMASSLEC) personal, educator, manager, administrator, supervisor, social, leader, entrepreneur, and climateur.
Sebagai manager, ia melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Sebagai administrator, ia harus mampu mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
Sebagai supervisor, ia merencanakan supervisi, melakukan supervise, dan menindaklanjuti  hasil supervisi untuk meningkatkan profesioanlisme guru.
Sebagai seorang yang social, ia bekerjasama dengan pihak lain untuk  kepentingan sekolah/madrasah, berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan, dan memiliki  kepekaan (empati) sosial terhadap orang atau kelompok.
Sebagai leader, ia harus mampu memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
Sebagai entrepreneur, ia harus kreatif (inovatif),  bekerja keras, etos kerja, ulet (pantang menyerah), dan naluri kewirausahaan.
Sebagai climator, ia harus mampu menciptakan iklim sekolah yang kondusif. 
Dengan demikian keberadaan kepala sekolah menjadi sangat vital dalam mengelola organisasi dan menumbuhkan iklim organisasi yang baik untuk mencapai tujuan bersama.
 Kepemimpinan bisa dipahami sebagai proses bersama dimana para pemimpin yang efektif menarik rentang strategi untuk mencapai hasil positif dan etika untuk para anggota kelompok atau organisasi Root (2010: 16).
1.   Kunci menuju kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan berinteraksi dengan orang lain dalam yang memberi inspirasi dan nilai-nilai yang kredibel, visi dan misi.
2.    Mendukung komunikasi terbuka.
3.    Mengembangkan budaya tim.
4.    Menetapkan maksud dan tujuan yang realistis dan bisa dicapai.
5.    Memonitor dan menyambut keberhasilan dan,
6.    Mempermudah serta memfasilitasi pengembangan individu-individu.

Dalam upaya meningkatkan kinerja guru, peran kepala sekolah sangat penting. Kepala sekolah mempunyai peran sebagai supervisor pada dasarnya memberikan layanan profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kinerja guru. Kondisi pelaksanaan pembinaan oleh kepala sekolah yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi pelaksanaan proses belajar mengajar, tugas rutin guru-guru, ketertiban, disiplin dan keberhasilan sekolah. Kegiatan pembinaan kepala sekolah seperti di atas tentunya akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja guru. Keberhasilan sekolah tidak terlepas dari tugas dan tanggung jawab serta peranan kepala sekolah.
Kepala sekolah mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatkan kinerja guru, , bukti bahwa peran tersebut sangat besar adalah dimana ketidakhadiran kepala sekolah menjadikan kegiatan belajar mengajar kurang terarah dan terkontrol. Jika berjalanpun maka kegiatan belajar mengajar asal berjalan saja, mengingat setiap guru yang akan menyampaikan  materi pelajaran terlebih dahulu membuat program pengajaran  harian untuk diteliti dan disahkan oleh kepala sekolah.
Peran kepala sekolah sebagai supervisor, berkewajiban untuk memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga kependidikan serta administrasi lainnya. Namun, sebelum memberikan pembinaan dan bimbingan kepada orang lain maka kepala sekolah harus membina dirinya sendiri, sebagai supervisor ia harus meneliti, mencari dan menentukan syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya.
3.      Supervisi
Sekolah dapat dikategorikan sebagai organisasi nirlaba yang melayani masyarakat. Meski pun sifatnya nirlaba, namun bukan berarti sekolah tidak dituntut untuk terus meningkatkan mutu proses maupun output pendidikannya. Sebaliknya, sekolah sangat diharapkan benar-benar memperhatikan  mutu, karena tugas suci yang diembannya adalah turut mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
PP No. 19 tahun 2005 Pasal 57 “Supervisi  yang  meliputi  supervisi  manajerial  dan  akademik dilakukan  secara  teratur  dan  berkesinambungan  oleh  pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.”
pembiayaan.kemenpera.go.id/new/regulasi/pp_19_tahun_2005.pdf
Salah satu fungsi yang harus diwujudkan dalam kegiatan kepala sekolah untuk memberikan pelayanan pada msyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah supervisi. Supervisi dilakukan oleh kepala sekolah untuk melihat jalannya proses pendidikan yang sedang. Apabila dilihat kurang tepat menurut pandangan kepala sekolah akan cepat dapat ditangani untuk dilakukan perubahan-perubahan  yang lebih baik.
a.      Pengertian Supervisi
Pengawasan atau supervisi menjadi tugas dan kewajiban bagi kepala sekolah untuk mengawasi jalannya program  dan proses manajemen dan administrasi, baik yang berhubungan dengan guru, staf.  
Pengertian supervise menurut Usman (2009: 76) ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Menurut Arikunto (2002: 373) Supervisi adalah suatu proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku pengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Selanjutnya Arikunto (2002: 373) mengutip pendapat R. Walter, supervise klinis adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan professional seorang guru (juga yang sudah dalam tugas mengajar), khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar.
Sagala  (2009 : 125) berpendapat bahwa program supervisi di sekolah adalah program pengembangan guru yang kegiatannya dirancang dengan tema-tema yang berkisar pada penyajian informasi tentang suatu jenis pendekatan, membantu guru memahami informasi, membantu guru mengaplikasikan pengajaran, dan membantu guru memahami tingkat pengetahuan serta integrasi nilai dan sikap.
Supervisi pendidikan meliputi; 1) menilai dan membina guru dan seluruh staf sekolah dalam bidang teknik edukatif dan administratif, 2) usaha mencari, mengembangkan dan mempergunakan berbagai metode belajar mengajar  yang lebih baik dan sesuai untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta didik, 3) mengusahakan dan mengembangkan kerjasama yang baik antara guru, kepala sekolah, peserta didik dan pegawai sekolah, 4) mengembangkan kerjasama antara kelompok kerja guru, musyawarah guru mata pelajaran, kelompok kerja kepala sekolah  dan musyawarah kepala sekolah, dan 5) upaya mempertinggi kualitas guru dan kepala sekolah melalui penataran, orientasi dan up grading.
Purwanto (2009 : 77) mengutip pendapat Burton tentang rumusan supervisi yang baik ada tiga:
1.  Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2. Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervise tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk didalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan ketrampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
3. Fokusnya pada setting for learning, bukan pada seseorang atau  sekelompok orang. Semua orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah lainnya yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar mengajar yang baik.
b.      Teknik Supervisi
Untuk dapat mengarahkan dan tercapainya tujuan supervise diperlukan beberapa tehnik supervise yang dibutuhkan kepala sekolah dalam melakukan pengawasan.
1)      Kunjungan kelas 
Bafadhal (2007: 30) mendefinisikan kunjungan kelas adalah tehnik pembinaan guru oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru.
 Tujuan kunjungan ini adalah semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah mereka didalam kelas, guru-guru dibantu melihat dengan jelas masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternative pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa di laksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dan bisa juga atas dasar undangan dari guru itu sendiri.
Dengan demikian kepala sekolah sebagai sepervaisor dan guru sebagai pengajar dapat menjalankan fungsi dan perannya sesuai tugas masing-masing. Kepala sekolah sebagai pengawas akan dapat memberikan masukan dan pembinaan terhadap masalah-masalah yang ada dalam guru tersebut.
Selanjutnya Bafadhal membagi 4 tahap kunjungan  kelas : pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga, tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu : (1) memiliki tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat diperbaiki kemampuan guru; (3) menggunakan instrument observasi tertentu untuk mendapatkan data yang obyektif;  (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang di bina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan kelas tidak mengganggu proses belajar mengajar; (6) pelaksanaannya di ikuti dengan program tindak lanjut.
Arikunto (2002: 380) dalam kunjungan  kelas (class room vicitation)  membedakan :
a)      Kunjungan yang dilakukan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada guru yang akan di supervisi.
b)      Kunjungan incidental yang dilakukan tanpa pemberitahuan.
c)      Kunjungan yang dilakukan dengan memberikan undangan dari  guru yang bersangkutan.
2)       Observasi kelas (class room observation)
Arikunto (2002: 381) yaitu kegiatan supervisi yang dilakukan dengan cara menunggu guru (calon guru) yang sedang mengajar di kelas mulai dari awal hingga akhir pelajaran. Observasi kelas inilah kegiatan supervisi yang paling sistematis dan teliti karena semua gerak gerik guru sedang mengajar tidak ada yang terlewat di amati.
Bafadhal (2007: 31) observasi kelas ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan; (4) penilaian hasil observasi; dan (5)  tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya suprvisor menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative chek- list, activite chek- list.

3)      Teknik supervisi kelompok
                  Teknik kelompok ialah supervisi yang dilakukan secara kelompok. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :
a.       Mengadakan pertemuan atau rapat (meetings)

Seorang kepala sekolah yang baik umumnya menjalankan tugasnya berdasarkan rencana yang telah disusunnya. Termasuk didalam perencanaan itu antara lain mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru.
b.       Mengadakan diskusi kelompok (group discussions)

Diskusi kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru bidang studi sejenis. Kelompok-kelompok yang telah terbentuk itu diprogramkan untuk mengadakan pertemuan/diskusi guna membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan usaha pengembangan dan peranan proses belajar-mengajar.
c.       Mengadakan penataran-penataran (inservice-training)

Teknik supervisi kelompok yang dilakukan melalui penataran-penataran sudah banyak dilakukan. Misalnya penataran untuk guru-guru bidang studi tertentu, penataran tentang metodologi pengajaran, dan penataran tentang administrasi pendidikan. Mengingat bahwa penataran-penataran tersebut pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala sekolah terutama adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak lanjut (follow-up) dari hasil penataran, agar dapat dipraktekkan oleh guru-guru.
Menurut Gwynn, dalam Bafadal (2004: 48-50) teknik supervisi digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu teknik perorangan dan teknik kelompok. Teknik supervisi individual meliputi: 1) kunjungan kelas, 2) percakapan pribadi, 3) kunjungan antar kelas, 4) penilaian sendiri. Sedang teknik supervisi kelompok meliputi: 1) kepanitiaan, 2) kursus, 3) laboratorium kelompok, 4) bacaan terpimpin, 5) demonstrasi pembelajaran, 6) perjalanan staf, 7) diskusi panel, 8) perpustakaan profesional, 9) organisasi profesional, 10) bulletin supervisi, 11) sertifikasi guru, 12) tugas belajar, 13) pertemuan guru.

4)       Supervisi akademik
Hal substansial yang ada pada organisasi sekolah  adalah pembelajaran. Untuk mengarahkan, membimbing dan membina guru dalam  menjalankan proses pembelajaran yang mempunyai kualitas mutu adalah dengan mengadakan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Perbaikan  proses belajar mengajar harus dilakukan terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas. Salah satu langkah yang harus ditempuh kepala sekolah adalah mengadakan supervisi akademik.
Menurut Mulyasa (2004: 112) Salah satu supervisi akademik yang populer adalah supervisi klinis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan.
b.      Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.
c.       Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah.
d.      Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru.
e.       Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru daripada memberi saran dan pengarahan.
f.        Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yaitu pertemuan awal, pengamatan, dan umpan balik.
g.       Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan.
h.       Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan suatu masalah.
Keputusan Menteri P dan K RI No.0134/0/1977 dalam Purwanto (2009: 78) tentang tugas pengawas dalam pendidikan diuraikan sebagai berikut:
a.       Mengendalikan pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat perlengkapan dan penilaiannya agar berlangsung sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Pengendalian tenaga teknis sekolah agar terpenuhi persyaratan formal yang berlaku dan melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan dan peraturan undang-undang yang berlaku.
c.       Mengendalikan pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan undangan yang berlaku serta menjaga agar kualitas dan kuantitas sarana sekolah  memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku.
d.      Mengendalikan tata usaha sekolah meliputi urusan kepegawaian, urusan keuangan dan urusan perkantoran agar berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
e.       Mengendalikan  hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
f.        Menilai proses dan hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan ketetapan waktu.
g.       Menilai pelaksanaan tenaga teknis sekolah.
h.       Menilai pemanfaatan sarana sekolah.
i.         Menilai efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah.
j.        Menilai hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
k.      Melaksanakan program supervisi sekolah serta memberikan petunjuk perbaikan terhadap penyimpangan dalam pengelolaan sekolah yang meliputi:
1.      Proses dan hasil pelaksanaan kurikulum yang dicapai pada periode tertentu;
2.      kegiatan sekolah di bidang pengelolaan gedung dan bangunan, halaman, perabot dan alat-alat kantor dan sarana pendidikan lainnya;
3.      pengembangan personel sekolah termasuk kepala sekolah, guru, tenaga tata usaha yang mencakup segi kedisiplinan, sikap dan tingkah laku, pembinaan karier, peningkatan pengetahuan  dan keterampilan sesuai deng tuntutan profesi masing-masing.
4.      Tata usaha sekolah termasuk urusan keuangan, urusan sarana, dan urusan kepegawaian;
5.      Hubungan sekolah dengan badan pembantu penyelenggara pendidikan dan masyarakat umum. 
Oleh karena itu kepala sekolah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai supervisor dapat disimpulkan,  sebagai berikut:
(a)    Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
(b)   Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar-mengajar.
(c)    Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.
(d)   Membina kerja sama yang baik dan harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.
(e)    Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka untuk mengikuti penataran-penataran, seminar, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
(f)     Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan BP3 atau komite sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.
4.      Mutu Pendidikan
a.      Pengertian Mutu
Dalam kerangka umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb. (Umaedi
Organisasi sekolah sebagai lembaga yang menyediakan proses pendidikan dan pembelajaran dan diberikan kepada masyarakat, membutuhkan pelayanan yang baik dan bermutu apabila ingin lembaganya diminati publik. Sebab tanpa layanan yang baik terutama dari hasil proses pendidikannya, masyarakat tidak akan memperhatikan  lembaga/sekolah tersebut.
Dengan demikian lembaga pendidikan/sekolah harus dapat memberikan kepuasan layanan kepada masyarakat dengan berbagai aktivitas layanan yang dimiliki.
Sallis (2008: 56) mendefinisikan mutu sebagai sesuatu yang memuaskan melebihi dan melampaui keinginan  kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu sesuai persepsi (quality in perception)
Rohiat (2009: 52) menyatakan mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Usman (2009: 513) menyatakan, mutu dibidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan dinyatakan bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang  PAKEMB (Pembelajaran yang Aktiv, Kreativ, Menyenangkan, dan Bermakna). Output dinyatakan bermutu jika hasil belajar akademik dan non akademik siswa tinggi. Out come dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji wajar, semua pihak mengakui kehebatan lulusan dan merasa puas.
Danim (2010: 65) perbaikan mutu pendidikan menjadi obsesi sekaligus isu universal di Negara manapun.  Tidak ada satu bangsapun yang kan berhenti bekerja karena memandang mutu pendidikannya sudah baik dan kompetetif. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak pernah berhenti dan tidak pernah pula akan dapat diikuti secara harmonis oleh institusi pendidikan yang cenderung konservativ itu. Pada sisi lain, tema perbaikan pendidikan terkait langsung dengan upaya mencerdaskan dan meningkatkan  produktivitas bangsa termasuk efisiensi kerja dan akuntabilitas publik.
Rohiat (2009: 52) menyatakan;
Input pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Segala hal yang dimaksud meliputi sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru-termasuk guru BP-, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. oleh karena itu tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses pendidikan merupakan kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolahan program, proses belajar mengajar serta proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis dan terpadu sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mendorong motivasi dan tingkat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Output pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/prilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitas, efektivitas, produktivitas, efesiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan kualitas/mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas  atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan harian, nilai dari portofolio, nilai ulangan umum atau nilai pencapaian ketuntasan kompetensi, NUAN/UAS, karya ilmiyah, lomba akademik, karya-karya lain peserta didik; dan (2) prestasi non-akademik seperti IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejuruan dan sebagainya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.        
Sanjaya (2010: 4) menyatakan, standart proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang berarti dalam standart proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian standart proses pendidikan dimaksud dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran. Sering orang menghubungkan tidak meratanya kualitas pendidikan disebabkan karena kualitas proses pembelajaran yang tidak sama. Misalnya, sekolah-sekolah yang ada di kota tentu tidak akan sama dengan sekolah yang ada di pedesaan. Sekolah-sekolah yang dan di kota dengan dukungan orang tua dan masyarakat dengan sarana dan pra sarana  yang memadai akan memiliki kualitas pembelajaran yang lebih bagus dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di pedesaan dengan sarana yang sangat terbatas serta dukungan masyarakat atau orang tua yang sangat rendah.
Oleh karena itu, dengan adanya standart proses pendidikan, setiap sekolah harus mengacu kepada standart tersebut. Tentu saja dengan penetapan standart minimal ini akan memiliki konsekuensi terhadap berbagai kebijakan dalam pengelolaan pendidikan, seperti misalnya pemerintah perlu menetapkan standart lain yang bisa mendukung standart proses, baik itu menyangkut standart pembiayaan, standart sarana, maupun standart guru, dan tenaga kependidikan lainnya.
b.      Standart Pendidikan Nasional
Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh standart pendidikan yang digunakan.  Oleh karena itu dalam mewujudkan standart pendidikan yang baik, pemerintah sebagai regulator mengeluarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang standart pendidikan nasional.
PP No. 19 tahun 2005 pasal 2 ayat 1, menyebutkan lingkup  8 (delapan) standart pendidikan yaitu;
1.      standar isi; 
2.      standar proses; 
3.      standar kompetensi lulusan; 
4.      standar pendidik dan tenaga kependidikan; 
5.      standar sarana dan prasarana;
6.      standar pengelolaan;
7.      standar pembiayaan;dan 
8.      standar penilaian pendidikan.
pembiayaan.kemenpera.go.id/new/regulasi/pp_19_tahun_2005.pdf
Sebagai suatu rambu-rambu lembaga pendidikan, tenaga kependidikan haruslah mengikuti arah paradigma baru pendidikan yaitu mengedepankan layanan mutu dengan membuka diri terhadap penerapan prinsip otonomi pendidikan, siap menerapkan akuntanbilitas publik, siap diakreditasi bahkan mengusahakannya, dan dari waktu ke waktu melakukan evaluasi diri untuk perubahan yang lebih baik  agar menghasilkan suatu lembaga dan lulusan yang bermutu. Untuk itu standarisasi pendidikan nasional menjadi acuan untuk menghasilkan output pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
G.    Metode Penelitian

1.      Tipe Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam kelompok penelitian deskriptif kualitatif, yakni pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan tujuan untuk membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat  mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988:63).
Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diuji.      
 Maka dalam konteks penelitian ini, fakta yang dimaksud adalah mengenai segala kegiatan supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang. Fakta-fakta yang telah dilakukan oleh Kepala Sekolah dalam mengelola manajemen sekolah khususnya supervisi yang telah dilakukan  kepala sekolah.
2.      Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah seluruh aktivitas supervisi yang telah dan sedang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang. Selain dari aktifitas supervisi juga berbagai dokumen yang berkaitan dengan produk program manajerial SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang yang berkaitan dengan supervisi.
 Peneliti menganggap penting bahwa untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan supervisi yang telah dilakukan kepala sekolah, tentang pelaksanaan proses pendidikan yang ada di SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang dengan sekolah yang berstandart nasional. Dengan demikian peneliti perlu untuk mengetahui supervisi yang telah dilakukan oleh kepala sekolah.
3.      Data dan Sumber Data
a. Data
Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka. Dan dari sumber SK Menteri P dan K no.0259/U/1977 tanggal juli 1977 disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk menyususun suatu informasi (Arikunto, 2006 : 118).
Sedangkan data menrut Wikipedia adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan jamak dari datum, berasal dari bahasa Latin yang berarti “sesuatu yang diberikan”. Dalam penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata, atau citra.
  Sedang data yang dicari pada penelitian ini meliputi data:
1.      Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2.      Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3.      Teknik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4.      Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5.      Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6.      Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
b.      Sumber Data
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia sumber data adalah kalimat yang berdiri sendiri-sendiri.
Definisi sumber (1) tempat keluar (air atau zat cair); sumur: ia mengambil air di --; di laut sekitar pulau itu ditemukan -- minyak; (2) asal (dl berbagai arti): ia berusaha mendekati dan menemukan -- bunyi yg memesonanya; kabar itu didapatnya dr -- yg boleh dipercaya.
Definisi data  (1) keterangan yg benar dan nyata: pengumpulan -- untuk memperoleh keterangan tt kehidupan petani; (2) keterangan atau bahan nyata yg dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan)
Dengan demikian sumber data adalah berupa kabar atau informasi yang benar adanya, berupa keterangan, bahan yang dapat dijadikan dasar kajian serta dapat dianalisis untuk diambil kesimpulan.
Sumber data dari penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Staf, penjamin mutu pendidikan dan . konsultan pendidikan yang disewa jika ada. Penelitian ini juga mengambil informasi dari dokumen-dokumen, yang tersimpan di sekolah.
4.      Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat tiga teknik pengumpulan data, yaitu wawancara, dokumentasi, observasi. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data primer menggunakan metode wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan cara membuat pedoman wawancara yang hanya memuat garis besar  pertanyaan yang akan diajukan kepada orang-orang yang berkompeten dalam kegiatan pengelolaan manajemen di SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang, antara lain; Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, staf, penjamin mutu, dan konsultan pendidikan.
a.    Wawancara
Secara definitif wawancara adalah tanya jawab antara pewanwancara dan yang diwawancarai untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal.

Wawancara sering juga disebut dengan kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari wawancara. Wawancara digunakan oleh seorang peneliti untuk menilai keadaan seseorang. Secara fisik teknik wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur (Arikunto, 2006 : 155).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak berstruktur.
Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar   permasalahan yang akan ditanyakan. (Sugiyono 2010 : 140)
Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan.
Wawancara tidak berstruktur ini digunakan untuk menggali informasi secara mendalam dari supervisi yang dilakukan oleh peneliti kepada kepala sekolah tentang, wakil kepala sekolah, staf, konsultan pendidikan apabila ada, serta penjamin mutu pendidikan tentang :
1.      Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2.      Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3.      Teknik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4.      Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5.      Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6.      Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
b.    Metode dokumentasi
Dokumentasi berasal dari dokumen yang berarti barang-barang tertulis. Didalam menggunakan metode dokumentasi ini , peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. (Arikunto 2002 : 144)
Lincol dan Guba (dalam Hodder : 544) membedakan antara dokumen dan salinan. Apakah teksnya dibuat membuktikan beberapa kegiatan/transaksi resmi (formal transaction) atau tidak. Dengan demikian, di satu sisi, salinan (record) bisa surat nikah ( marriage certificates), surat ijin mengemudi (driving license), kontrak bangunan (building contrack) dan laporan bank (bank statement). Disisi lain dokumen lebih bersifat personal, mencakup buku harian (diares), memo (memos), surat (letters), catatan lapangan (field notes), dan sebagainya. 
Sedangkan pendokumentasian yang dilakukan peneliti adalah berupa catatan-catatan, notulen rapat, foto-foto, dokumen hasil suprevisi kepala sekolah dan data dokumen lain yang berkaitan dengan supervisi kepala sekolah.
c.     Observasi
Disamping wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam kamus bahasa Indonesia kata observasi mempunyai beberapa arti : peninjauan secara cermat; sebelum praktik mengajar, para calon guru mengadakan -- ke sekolah-sekolah
Dalam penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara.
Metode observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan pengumpulan data penilitian  apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
1.      Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.
2.      Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
3.      Pengamatan dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.
4.      Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya. (Bungin, 2010 : 115)
Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.
Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.
Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.
 Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi adalah topografi, jumlah dan durasi, intensitas atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.
Obeservasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati seluruh kegiatan yang dilakukan kepala sekolah tentang supervisi.
5.      Teknik  Analisis Data
a.      Analisis deskriptif kualitatif
Untuk mengarahkan analisa yang tepat sasaran yang sesuai dengan fokus penelitian dengan deskritif analisis kualitatif, maka penulis menggunakan jenis analisis deskriptif kualitatif.
Strategi analisis data deskriptif kualitatif pada dasarnya memiliki kesamaan dengan desain deskriptif kuantitatif. Desain deskriptif kualitatif biasa disebut pula dengan kuasi kualitatif atau desain kualitatif semu. Karena itu, desain strategi ini belum benar-benar kualitatif karena konstruksinya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam menempatkan teori pada data yang diperolehnya. (Bungin 2010 : 146)

 Kesimpulan
Kategori
Dalil
Hukum
Teori

Klasifikasi
 Data

Data
Data
Data


Text Box: induktif
Data

Gambar 0.1 Model Strategi Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Deskriptif analisis kualitatif digunakan untuk membangun konstruksi fokus penelitian menjadi tepat sasaran tentang: 1) Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang; 2) Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang; 3) Teknik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang; 4) Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang; 5) Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang ; dan 6) Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
b.      Langkah-Langkah
Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh sugiyono.
Sugiyono (2006: 271) Penelitian ini menggunakan teknik analisa data model Miles dan Hubermas, di mana aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data sudah jenuh. Aktifitas yang dilalui dalam analisis data adalah data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Sugiyono (2006: 277–283) Data reduction (reduksi data) dilakukan karena banyaknya data yang diperoleh dari lapangan sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Pencatatan tersebut dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok, penting, kemudian dicari tema dan polanya sehingga data yang direduksi memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti mengumpulkan data selanjutnya. Data display (penyajian data) adalah tahapan lanjutan yang dilakukan setelah data reduction. Penyajian data berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dan tahap terakhir adalah Conclusion drawing/verification yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat berikutnya.
Moleong (2006 : 248) dalam kaitannya dengan analisis kualitatif mengutip beberapa pendapat sebagai berikut:
1.      Bogdan & Biklen, (1982) mengatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan :
a.       Bekerja dengan data;
b.      Mengorganisasikan data;
c.       Memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola;
d.      Mensistesiskannya;
e.       Mencari dan menemukan pola;
f.        Menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari;
g.       Memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
2.      Seiddel (1998) mengatakan analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut :
a.       Mencatatkan yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode  agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri;
b.      Mengumpilkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ihktisar, dan membuat indeksnya:
c.       Berpikir dengan jalan membuat kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan; dan
d.      Membuat temuan-temuan umum.
3.       Janet McDrury (Collaborative Group Analysis of `Data, 1999) mengatakan tahapan analisis data adalah sebagai berikut :
a.       Berupaya Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data;
b.      Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data;
c.       Menuliskan ”model” yang ditemukan; dan.
d.      Koding yang dilakukan.  
Dengan demikian langkah-langkah analisis data ini dapat menghasilkan temuan yang didasarkan melalui tahapan-tahapan diatas yang mengacu pada fokus penelitian. Sehingga peneliti tidak keluar dari konteks bahasan penelitian.
c.       Triangulasi Sumber Data
Untuk menghasilkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dengan keabsahan data yang valid, maka peneliti menggunakan  teori triangulasi data. Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.
Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan  dan menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal.  Karena itu, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak  mungkin bias  yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan  pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara  itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. (Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln 2009 : 593)
Segala  informasi yang berkaitan dengan supervisi dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, staf, maunpun penjamin mutu berupa hasil wawancara, dokumentasi, observasi dan data-data lain yang berkaitan dengan penelitian. Akan dilakukan uji ulang melalui triangulasi data. Hal ini dilakukan untuk  menghasilkan validitas data yang akurat, sehingga dalam mengambilkan kesimpulan tepat sasaran dan sesuai dengan fokus penelitian.
H.    Sistematika Pembahasan

Hasil penelitian ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I berisi  pendahuluan  sebagai pengantar untuk menjelaskan  kelayakan, urgensi  permasalahan dan  arah penelitian, fokus masalah, kegunaan penelitian, alasan pemilihan subyek penelitian, batasan istilah serta sistematika laporan penelitian.
Bab II mengemukakan landasan teoretis (kajian kepustakaan) yang diperlukan untuk menyoroti dan sekaligus sebagai bahan analisis atas kondisi di lapangan.
Bab III menguraikan metodologi dan proses penelitian.
Bab IV menyajikan data lapangan baik sebagai hasil pengamatan, wawancara, perekaman, dan pencatatan.
Bab V mengemukakan analisis atas data lapangan didasarkan pada teori-teori yang ada.
Bab VI adalah penutup, yang menyajikan simpulan dari serangkaian penelitian, disertai pemikiran atau saran-saran yang terkait dengan hasil penelitian.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar