Minggu, 25 Agustus 2013

Berharap Hanya Kepada Allah SWT Saja


Tiga Keutamaan Dari Berharap
Sekali waktu, Anda bersedekah tanpa berharap, tanpa meminta. Yah silahkan saja. Anda memperoleh satu keutamaan. Namanya keutamaan bersedekah. Namun di lain waktu Anda bersedekah dengan berharap, dengan meminta. Nah ketahuilah kali ini Anda memperoleh tiga keutamaan sekaligus. Apa saja?

  • ·         Pertama, keutamaan bersedekah
  • ·         Kedua, keutamaan berharap. Karena berharap itu sama dengan meminta. Meminta itu sama dengan beribadah. Beribadah itu berpahala.
  • ·         Ketiga, keutamaan iman. Ketika Allah menjanjikan sesuatu- apakah itu kemudahan di dunia maupun kemudahan di akhirat, kemudian Anda berharap ditepatinya janji tersebut, itu bukan saja boleh, tapi harus!! Karena itulah iman! Anda yakin kepada Allah! Anda yakin akan janji-janji Allah! Dalam kalimat yang lain, Ust Yusuf Mansur juga menyatakan demikian.
  • ·         Perhatikan baik-baik, betapa menyenangkan dan menenangkan kalau kita berharap dalam beramal. Bukan sekedar beramal.

Harap itu Bagian Dari Iman
Pahamilah benar-benar bahwa takut, harap dan cinta kepada Allah adalah bagian dari iman. Dan pernyataan barusan disepakati oleh seluruh Ulama – Tanpa kecuali.
  • ·         Jika seseorang merasa takut kepada Allah dan balasan Allah, mungkin itu berupa kesulitan di dunia dan di akhirat, maka ia akan beribadah. Tanpa takut, ia tidak akan beribadah.
  • ·         Jika seseorang merasa harap kepada Allah dan balasan Allah, mungkin itu berupa kemudahan di dunia maupun di akhirat, maka ia akan meningkatkan ibadah. Tanpa harap, ia tidak akan meningkatkan ibadah.
  • ·         Jika seseorang merasa cinta kepada Allah, maka ia akan melakukan ibadah yang terbaik. Tanpa cinta, ia tidak akan melakukan ibadah yang terbaik.
  • ·         Dengan kata lain, semakin besar harapan seseorang kepada Allah dan balasan Allah, maka semakin baik pula ibadahnya. Demikian pula sebaliknya.
  • ·         Namun, masih ada juga yang meremehkan, “Ah , itu soal tahapan saja. Kalau pemula, memang mainnya di tahapan takut dan harap”. Maaf, kami terpaksa menggeleng-gelengkan kepala. Karena Nabi pun memiliki harap dan takut kepada Allah. Lha, mana mungkin nabi itu pemula?.

Menurut pengamatan kami, orang-orang yang kurang menaruh harap kepada Allah, akhirnya cenderung menaruh harap berlebihan kepada dirinya sendiri atau orang lain. Jadilah manusia menuhankan manusia!. Mungkin, seseorang menganggap otaknya sebagai tuhan kecil. Bawahan menganggap atasannya sebagai tuhan kecil. Pengusaha menganggap investornya sebagai tuhan kecil.

Terus, penjual menganggap pembelinya sebagai tuhan kecil. Mahasiswa menganggap dosennya sebagai tuhan kecil. Pasien menganggap dokternya sebagai tuhan kecil. Anak menganggap orangtuanya sebagai tuhan kecil.  Orang miskin menganggap orang kaya sebagai tuhan kecil. Padahal ini semua jelas-jelas keliru!

Ada pula yang berharap pada mesin, alam atau kejadian-kejadian. Contoh kecil saja, pramugari. Ketika memberi pengarahan, pernahkah pramugari mengajak para penumpang berdoa dan berharap kepada Allah? Mereka pikir canggihnya pesawat, mahirnya pilot, cerahnya cuaca, dan rencana darurat sudah cukup menjamin keselamatan penumpang? Ini kan jelas-jelas keliru! Saran kami bagi maskapai, tetaplah memberi pengarahan seperti biasa, namun awali dengan ajakan berdoa dan berharap kepada Allah.
Malaikat Pun Berharap
Jadi, bolehkah berharap?? Rasa-rasanya tidak perlu gelar MBA untuk menjawabnya. Bukan saja boleh, tapi harus berharap! Asalkan berharapnya kepada Allah, bukan kepada selain Allah.
  • ·         Dijelaskan dalam sebuah hadist bahwa para malaikat berharap kepada Allah agar ditempatkan di surga.
  • ·         Dijelaskan juga dalam hadist yang lain bahwa Nabi Muhammad berharap kepada Allah agar ditempatkan di surga.
  • ·         Nabi Ibrahim pun berharap kepada Allah agar mempusakai surga. (QS.26:85)
  • ·         Dijelaskan berulang kali dalam kitab suci bahwa nabi-nabi berharap upah dari Allah
  • ·         Kalau nabi-nabi saja melakukannya, pastilah itu yang paling benar. Dan itulah ikhlas! Dimana seseorang berharap kepada Allah, termasuk berharap dipenuhinya janji-janji Allah.
  • ·         Sekali lagi, kalau nabi-nabi saja melakukannya, pastilah itu yang paling benar! Tidak mungkin nabi-nabi itu tidak benar! Tidak mungkin nabi-nabi itu tidak Ikhlas!

Allah Mendidik Kita Untuk Berharap
Allah pernah berfirman, “Wahai anak Adam, bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada-Ku. Niscaya Aku akan memenuhi dada engkau dengan kecukupan dan Aku akan menanggung kefakiran engkau. Bilamana engkau tidak melakukannya, maka Aku akan memenuhi dada engkau dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiran engkau”. Itu artinya, dengan ibadah yang sungguh-sungguh, kita boleh berharap dicukupkan dan dijauhkan dari kefakiran.

Lebih jauh lagi, berharap kepada Allah itu memang fitrahnya manusia. Karena Allah-lah yang telah mendidik kita untuk berharap dengan adanya kemudahan dan kesulitan, pahala dan dosa,, surga dan neraka. Akhirnya, harapan demi harapan pun terbesit di hati manusia. Right??
  • ·         Diimbuhkan oleh Nabi, “Sesungguhnya, pahala (ganjaran) engkau sesuai dengan kadar kepayahan dan nafkah engkau”
  • ·         Bukankah Allah sengaja meninggikan ganjaran bersedekah sesuatu yang dicintai ketimbang bersedekah sesuatu yang biasa-biasa saja?
  • ·         Bukankah Allah sengaja meninggikan ganjaran berumrah di bulan Ramadhan ketimbang berumrah di bulan lainnya?
  • ·         Bukankah Allah sengaja meninggikan ganjaran berpuasa sunnah dua hari ketimbang berpuasa sunnah satu hari?
  • ·         Bukankah Allah sengaja meninggikan ganjaran sholat dhuha delapan rakaat ketimbang sholat dhuha dua rakaat?
  • ·         Bukankah Allah sengaja meninggikan ganjaran berzikir semalaman ketimbang berzikir sekedarnya?

Nabi Mengajarkan Kita Untuk Berharap
Kita lanjutkan. Sekarang, kita dengarkan beberapa wasiat Nabi.
  • ·         Nabi pernah bersabda, “Belilah kesulitanmu dengan sedekah.” Itu artinya, melalui sedekah, kita boleh berharap kesulitan itu teratasi. Kan Nabi yang mengajarkan? Masak Nabi mengajarkan sesuatu yang sifatnya Cuma duniawi? Disetiap ajaran Nabi, pasti juga terdapat sesuatu yang sifatnya ukhrawi.
  • ·         Nabi juga pernah bersabda, “Obatilah penyakitmu dengan sedekah”. Itu artinya melalui sedekah, kita boleh berharap penyakit itu akan terobati.
  • ·         Nabi juga pernah bersabda, “Perbanyaklah sedekah, sebab sedekah dapat memanjangkan umur”. Itu artinya, melalui sedekah, kita boleh berharap panjang umur.
  • ·         Nabi juga bersabda, “Bersegeralah bersedekah, sebab bala tidak pernah mendahului sedekah”. Itu artinya, melalui bersedekah, kita boleh berharap terhindar dari bala.
  • ·         Khalifah Ali pernah menasehati, “Pancinglah rezeki dengan sedekah”. Itu artinya, melalui sedekah, kita boleh berharap rezeki itu datang.
  • ·         Begitu pula dengan sholat dhuha dan sholat tahajjud. Dimana melalui sholat dhuha dan sholat tahajjud kita boleh berharap rezeki, kesehatan dan kelapangan waktu.
  • ·         Memang, hakikat dari seluruh amalan adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Itu pasti. Namun Anda juga boleh berharap fadillah, keutamaan, manfaat atau dampak dari amalan tersebut. Kami ulangi lagi, kan Nabi yang mengajarkan?

Sekarang coba Anda bayangkan, ada orang yang menganggap sedekah dengan berharap balasan itu adalah pantang. Ada orang yang menganggap sholat dhuha dan sholat tahajjud dengan berharap balasan itu adalah pantang. Walhasil, sedekah, dhuha dan sholat tahajjudnya gagal menggerakkan 7 keajaiban rezeki secara sempurna. Yah, untuk itulah kami menulis bab ini. Kami mencoba meluruskan kembali konsep berharap.
Tidak Ada Satupun Dalil Yang Melarang Berharap
Dibagian terakhir ini, tolong digarisbawahi tebal-tebal, tidak ada satu dalilpun yang melarang kita untuk berharap kepada Allah SWT. Sama sekali tidak ada! Sebaliknya, seluruh dalil malah menyuruh kita untuk berharap kepada Allah! Inilah namanya berniaga dengan Allah, berniaga untuk Allah!
  • ·         Jika kita berharap balasan di dunia, maka kita akan mendapatkan balasan di dunia. Mungkin tidak tersisa lagi balasan di akhirat.
  • ·         Tapi jika kita berharap balasan di dunia dan akhirat, maka kita akan mendapatkan balasan dunia dan akhirat (QS.2: 200-202, QS.28: 77). Nah yang terbaik adalah berharap balasan dunia dan akhirat. Layaknya berdoa selamat dunia dan akhirat.
  • ·         Bukankah sebaik-baiknya berharap adalah berharap kepada Allah? Justru ada pahala disana!
  • ·         Bukankah Allah menyukai orang-orang yang berharap dan bergantung kepada-Nya?
  • ·         Bukankah Allah malah memurkai orang yang tidak mau berharap kepada-Nya?
  • ·         Lha, kalau kita tidak boleh berharap kepada Allah, lantas kita mau berharap sama siapa lagi? Masak mau berharap sama tuyul? Yang benar saja!!
  • ·         Jangan sampai kita malah menempatkan Allah sebagai “harapan terakhir” alias “pemain cadangan”. Justru semestinya kita menempatkan Allah sebagai “tumpuan harapan” alias “pemeran utama”. Kebetulan, ini semua kami istilahkan dengan Me + Allah = Enough.
  • ·         Mungkin selama ini kita menaruh harap berlebihan kepada manusia. Saran kami, coba kurangi. Cukuplah kita menaruh harap kepada Allah. Sekali lagi, Me + Allah = Enough.
  • ·         Sekarang bagaimana dengan Anda? Masih tidak mau berharap kepada Allah?

Ringkasnya, Allah-lah yang telah mendidik manusia untuk berharap balasan Allah. Jadi, adalah wajar apabila manusia berharap balasan tersebut. Tentu, ini bukan sekedar dari balasan, melainkan Piagam Tertinggi. Soalnya piagam ini berasal dari Zat Yang Maha Tinggi, yang ianya mungkin berupa kenikmatan di dunia maupun di akhirat.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar