Selasa, 24 September 2013

KEDUDUKAN ADAT DALAM HUKUM ISLAM

KEDUDUKAN ADAT DALAM HUKUM ISLAM

Perkembangan suatu hukum berkaitan dengan masyarakat, sebab lahirnya dasar pertma hukum Islam adalah dengan hanya berkumpulnya lebih dari satu orang di satu lingkungan di mana antar individu dari ini terjadi hubungan ikatan yang membutuhkan pengaturan.
Lahirnya dasar peraturan ini adalah akibat dari hasil pemikiran manusia dalam mewyjudkan penyelesaian perselisihan-perselisihan pertma yang terjadi dalam masyarakat tersebut dengan penyelesaian yang merealisasikan keadaan dan membantu terwujudnya ketentraman dan keteraturan. Jika perselisihan ini berulang lagi setelah, maka mengharuskan untuk mengikuti apa yang telah dibuat untuknya tentang penyelesaian yang disetujiu. Di mana mengikuti penyelesaian ini pada mulanya diserahkan kepada orang-orang yang mempunyai peranan di dalam masyarakat tersebut karena memperhatikan keistimewaan-keistimewaan yang mereka miliki, hingga dimasyarakat tersebut muncul keyakinan adat akan keharusan megikutinys, sehingga ia sudah menjadi kaidah hukum yang meralisasikan dalam masyarakat.
Dengan demikian, adat merupakan sumber hukum pertama dalam sejarah kemanusian, sebab adat merupakan sumber inspirasi dalam masyarakat.
Adpaun yang berkaitan dengan syari’at Islam, meskipun berkurangnya otoritas tradisi yang dahulunya berlaku pada masa jahiliyah dengan tegaknya nash syari’ah sebagai sumber hukum resmi bagi hukum Islam, maka adat dalam pandangan fiqih Islam masih dinilai sengai sumber penting di dalamnya, hingga sebgain ulama mangatakan sesungguhnya adat adlah dalildasar yang dijadiikan Allah sebagai landasan hukum dan menghubungkan halal dan haram.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa diantara dalil syar’i dalam Islam terdapat yang menilai tradisi sebagai sumber pelengkapa bagi nash-nash syari’ah sebbgaimana dalam firman Allah Q.S. al-A’raf ayat 199


Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang berbuat yang ma’ruf”.
Kata ma’ruf dalam ayat di atas berkaitan dengan makna bahasa yaitu sesuatu yang baik. Hanya saja demikian itu tidak jauh berbeda antara makna tradisi dan dalam fiqih, yaitu tradisi individu-individu masyarakat dalam pekerjaaan muamalah mereka. Sebab apa yang dikenal kepadanya sehingga merupakan hal-hal yang diunggap baik secara syar’i. Dalam hal ini sebagian ulama menebutkan dalil dari hadits Nabi yang artinya sebagai berikut :
“Apa yang baik oleh kaum muslimin, maka dia dipandang baik oleh Allah”.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar