(Oleh:
Asep Waspada, M. Ag)
Kapursirih
Proses pendidikan
dalam kegiatan pembelajaran atau didalam kelas, akan bisa berjalan dengan
lancar, kondusif, interaktif dan lain sebagainya apabila dilandasi oleh
kurikulum yang baik dan benar. Artinya, pendidikan bisa dijalankan dengan baik
ketika kurikulum menjadi penyangga utama dalam proses belajar mengajarnya.
Bahkan kurikulum dianggap sangat penting mengingat ia memiliki fungsi sebagai
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus pedoman dalam pelaksanaan
pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan
Adanya peserta didik
yang berpandangan kedepan dan berfikir luar biasa disebabkan oleh kurikulum
yang dapat membuka mindset pesereta didik yang progresif. Namun, fungsi dan
peranan kurikulum tersebut akan tidak maksimal dalam proses pendidikan, bahkan
terkadang justru lepas jalur dari tujuan awal pendidikan. Hal ini dikarenakan
kurikulum merupakan medan yang tepat untuk kepentingan berbagai golongan, untuk
mencapai sebuah kepentingan tertentu.
Dalam
makalah ini, penulis hendak memaparkan bagaimana tantangan Kurikulum Pendidikan
Agama Islam, serta implikasinya. Dengan tanpa menutup pintu dan meja kritik
membangun sebagai upaya“Ta’awun ‘ala al-Birri wa al-Taqwa”.
Pendidikan hari ini
jauh berbeda dengan pendidikan zaman tahun sebelumnya, mengapa signifikansi ini
terjadi disebabkan pemahaman arti tentang pendidikan dijadikan rasionalisme. Dunia
pendidikan dijadikan ajang terbesar dalam pola pengembangan besar dunia
politik. Disadari atau tidak bahwa pendidikan hari ini berkatagori “pembodohan”.
Meninjau Kembali Hakikat Kurikulum
Sebelum membahas lebih
jauh tentang tantangan kurikulum pendidikan agama islam, alangkah bijaknya jika
dipahami kembali hakikat kurikulum pendidikan, baik peranan dan funginya.
a. Peranan
Kurikulum
Sebagai program
pendidikan yang telah direncakan secara sistematis, kurikulum mengembang
peranan yang sangat penting bagi pendidikan siswa. Apabila dianalisis sifat
dari masyarakat dan kebudayaan, dengan sekolah sebagai sebuah institusi sosial
yang menyelenggarakan operasinya, maka paling tidak kurikulum memiliki tiga
peranan penting:
1) Konservatif
Salah
satu tanggung jawab kurikulum adalah metransmisikan dan menafsirkan warisan
sosial pada generasi muda. Dengan demikian, sekolah sebagai institusi sosial
dapat memberikan pengaruh serta bimbingan tingkah laku yang baik kepada peserta
didik sesuai dengan tingkah laku sosial yang ada dalam masayarakat. Dalam
agama, sifat konservatif ini tersirat dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
2) Kritis dan Evaluatif
Kurikulum
pada institusi pendidikan selain memiliki peranan konservatif diatas, dia juga
memiliki peranan memberikan bimbingan kepada para siswa / peerta didik untuk
bersifat kritis dan memilih berbagai unsur kebudayaan yang diwariskan. Sehingga
kurikulum memiliki peran sebagai pengontrol sosial. Unsur sosial yang relevan
digunakan, akan terus dilestarikan, dan serta memodifikasi budaya agar tetap
relevan, serta menciptakan budaya yang baik untuk kelak diwariskan pada
generasi selanjutnya. Dalam hal ini, tepat dan sesuai dengan sebuah perkataan :
المحافظة على القديم
الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
“Menjaga tradisi lama yang baik (dan relevan),
serta mengadopsi tradisi baru yang lebih baik”
3) Kreatif
Kurikulum
juga memiliki peran kreatif dan konstruktif, dalam artian menciptakan dan
menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa sekarang
dan yang akan datang. Sehingga guna membantu setiap individu mengembangkan
semua potensi yang ada, maka kurikulum menciptakan pelajaran, pengalaman, cara
berfikir, dan kemampuan serta keterampilan yang baru yang memberikan manfaat
bagi masyarakat. Selain dasar seperti item diatas, ternyata peranan seperti
ini, tersirat puladalam sebuah hadits Rasulullah saw.
والإنتاج بما هو أصلح
“Menciptakan
sebuah gagasan dan tradisi yang lebih baik”
b. Fungsi
Kurikulum
Selain
memiliki peran, seperti yang telah dijelaskan diatas, kurikulum juga memliki
fungsi, berikut beberapa fungsi kurikulum:
1)
Fungsi Penyesuaian; artinya kurikulum
dalam hal ini membekali peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, bukan justru menjadi terasing.
2)
Fungsi Integrasi, artinya kurikulum
berfngsi membentuk karakter yang terintegrasi dengan masyarakat dimana peserta
didik tumbuh.
3)
Fungsi diferensial, artinya peserta
didik yang tentunya memiliki latar belakang sosial yang berbeda, seharusnya
tetap menjunjung tinggi perbedaan tersebut, sehingga disini fungsi kurikulum
berlaku. Pada dasarnya fungsi diferensial memiliki arti, pembentukan siswa yang
bersifat kritis dan kreatif, namun tetap tidak mengenyampingkan solidaritas
sosial dan integrasi.
4)
Fungsi Persiapan, artinya kurikulum
berfungsi menyiapkan siswa untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
5)
Fungsi Pemilihan, artinya ketika terjadi
sifat diferensi/ perbedaan, maka disana juga terdapat pemilihan. Sehingga
fungsi kurikulum juda mengarahkan siswa untuk dapat mengambil sikap memilih
sesuai dengan minatnya.
6)
Fungsi Diagnostik, sebagai salah satu
lembaga pelayanan masyarakat, pendidikan beserta kurikulum didalamnya juga
didesain agar dapat berfungsi membantu dan mengarahkan siswa untuk mampu
memahami dirinya sendiri apa adanya, sehingga dapat secara maksimal
mengembangkan potensi yang ada.
Tantangan Kurikulum Pendidikan
a. Kurikulum
Sebagai Modal Pembangunan Pendidikan
Diakui
ataupun tidak, walaupun bukan satu-satunya unsur perubahan sosial masayarakat,
namun pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang
terhormat dan bermartabat sehingga baik dan buruknya hasil pendidikan ditentukan
oleh kurikulum yang digunakan.
Prof.
Dr. S. Nasution, M. A. Mengatakan bahwa masa depan bangsa terletak pada tangan
kreatif generasi muda. Artinya mutu pendidikan ditentukan oleh pendidikan yang
dinikmati anak-anak saat ini, terutama dalam pendidikan formal yang diterima di
bangku sekolah. Sehingga pencapaian sebuah sekolah dalam mendidik peserta
didik, ditentutkan oleh kurikulum yang digunakan.
Walaupun
kurikulum bukan satu-satunya mutu sebuah pendidikan, dia juga bukan
merupakan perangkat tunggal pendidikan, dikarenakan penjabaran visi sebuah
kurikulum juga ditentukan oleh kreatifitas para guru. Namun demikian, kurikulun
dapat disebut sebagai sentral bagi keberhasilan. Hal ini sebagaimana diutarakan
A. Ferry T. Indratno mengatakan bahwa kurikulum adalah program dan isi
suatu sistem pendidikan yang berupaya melaksanakan akumulasi pengetahuan antar
generasi dalam masyarakat. Hal senada juga ditegaskan John Wiles bahwa
kurikulum merupakan jantung pendidikan.
Kurikulum
dalam hal ini justru menjadi kunci penting bagi pendidikan, yang tentunya
berkaitan erat dengan proses pembelajaran sebagai aktifitas siswa dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki (afektif, koginitif, psikomotorik).
Sehingga pendidikan akan melahirkan generasi muda yang berkualitas, berdaya
tinggi, dan bisa berkompetensi secara elegan.
Hal
ini sesuai dengan visi dari pendidikan itu sendiri, sebagaimana tertuang UU 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Dalam penjelasannya
dikemukakan bahwa pendidikan nasional mempunya visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negara indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas.
Sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Ada
sejumlah dasar pemikiran agar kemudian harus dijadikan pertimbangan supaya
kurikulum menjadi sentral dan berjalan semestinya, yakni :
1)
Kurikulum hendaknya dirancang sedemikian
rapi, cerdas, dan akurat sehingga melahirkan relasi erat antar mata pelajaran
satu dengan yang lain.
2)
Kurikulum harus bersifat fleksibel dan
bersifat kontekstual dengan kepentingan-kepentingan pendidikan di tingkat
tertentu.
3)
Kurikulum hendaknya disusun bersama oleh
para guru dan sejumlah elemen yang lain yang mengutamakan kepentingan bersama
demi tujuan pendidikan ditingkat daerah dan tetap berdasarkan kepada tujuan
pendidikan nasional.
4)
Kurikulum hendaknya mencakup segala
pengalaman anak dibawah pimpinan sekolah dalam pandangan modern.
5)
Kurikulum hendaknya berpusat pada
persoalan-persoalan sosial dan pribadi yang bermakna bagi anak dalam kehidupan
sehari-hari.
6)
Kurikulum harus diselenggarakan sebagai
sarana mencapai cita-cita nasional yang berlandaskan filsafat negara.
7)
Kurikulum harus memberikan pengalaman
yang luas dan bermakna kepada anak-anak dan tidak bersifat tekstual.
8)
Kurikulum harus diatur dengan sedemikian
rupa sehingga anak-anak dapat mempelajari teknik belajar, cara kerja efektif
dan memecahkan masalah.
9)
Kurikulum hendaknya membukakan
kesempatan kepada setiap anak untuk mengembangkan minat dan bakatnya masing-masing.
Sehingga
dapat ditarik benang merah, guna mendapatkan bangsa yang terhormat dan
bermartabat, harusnya memperhatikan kurikulum sejak dini, sebagai dasar dan
bekal anak didik menjadi lulusan yang handal. Sebagaimana ditegaskan Y.B.
Mangunwijaya“ bahwa perubahan sistem pendidikan sebut saja kurikulum pendidikan
harus dimulai dengan memperhatikan tingkat sekolah dasar. Itulah tulang
punggung bagi pendidikan selanjutnya. Merupakan ekosistem dan basis strategis
bagi evolusi humanisasi bangsa. Sebaliknya, ketika dari dasar sudah rapu, maka
tingkat pendidikan selanjutnya akan sama rapuhnya.
b. Antara
Kurikulum dan Arogansi Pemerintah
Dalam
konteks apapun baik politik, huku, ekonomi, pendidikan dan lain
sebagainya, penguasa memiliki kekuatan hebat dalam menjalankan roda
pemerintahan. Mereka memiliki kuatan dan pengaruh yang luar biasa untuk
mengubah apapun selama itu menjadi yang terbaik dan benar menurut pandangannya
tanpa harus melakukan diskusi dengan para menteri keputusan dan kebijakan
apapun bisa diciptakan dengan cepat. Akibatnya kondisi tersebut berdampak
terhadap keadaan bangsa. Tidak dalam bidang pendidikan (kurikulum), campur
tangan pemerintah sebut saja politik, sangat dirasakan dan tidak dapat
terelakkan. Dalam hal ini Syafaruddin berpendapat bahwa politik kekuasaan
menjadi modal utama dalam menjalankan segala kepentingan penguasa termasuk
dalam dunia pendidikan.
Tidak
jauh berbeda, M. Sirozi menegaskan institusi pendidikan yang ada dalam
masyarakat saat ini justru telah dijadikan fungsi dan alat kekuasaan dalam
membentuk sikap dan keyakinan politik yang dikehendaki. Lebih lanjut ia
mengatakan berbagai komponen pendidikan termasuk didalamnya pembelajaran dan
kurikulum serta bahan-bahan bacaan acapkali digiring pada kepentingan politik.
Realitas
kurikulum dinegara ini dimulai sejak tahun 1968 kemudian berlanjut ke tahun
1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006. Hal tersebut menjadi bukti politik bahwa
kurikulum tidak pernah lepas dari cengkraman kepentingan politik. Para pakar
pendidikan yang masih memiliki idealisme tinggi terhadap pendidikan berkualitas
meragukan bahwa sejumlah pergantian kurikulum semata-semata demi kepentingan
pendidikan.
Kurikulum
menjadi mesin politik kekuasaan untuk melancarkan segala program penguasa
apabila diperlukan dan dibutuhkan. Kurikulum setidaknya memberikan legitimasi
dari segala bentuk kebijakan dan keputusan politik yang dijadikan oleh
penguasa. Dengan pemikiran, kurikulum yang dibangun dan dijalankan merupakan
bagian sekenario politik penguasa. Contoh kongkrit dalam perjalanan pendidikan
indonesia, yang merupakan bias sekenario politik penguasa, adalah Materi P4,
yang diterapkan antara tahun 1966-1997.
Oleh
sebab itu ada beberapa hal penting yang kemudian dapat lebih diperjelas
dampaknya ketika kurikulum dikendalikan oleh penguasa :
1)
Kemungkinan besar proses pendidikan yang
diharapkan mampu membuka potensi dan bakat bangsa, akan mati, baik dalam
konteks sengaja atau tidak sengaja. Pendidikan akan bergerak dalam kehidupan
yang penuh dengan kemunduran.
2)
Hal tersebut memberikan dampak buruk
bagi pola pendidikan yang akan dijalankan dalam ruang belajar mengajar, sebut
saja dalam ruang kelas. Kondisi sangat menekankan pola pendidikan yang harus
berpusat pada pendidik, sebab anak didik adalah robot yang harus dikendalikan
dan dikuasai oleh pendidik dalam segala aspek mulai sikap, pikiran, dan
tindakan.
3)
Ketika kurikulum diidentikkan dengan
penguasa maka sulit kiranya menjalankan proses pendidikan yang membebaskan dan
memerdekakan.
Dengan
demikian, campur tangan politik dalam dunia pendidikan (tak terkecuali
pendidikan agama) di negara kita, merupakan cerita lama. Reformasi 1998 yang
sejatinya pembuka kran demokrasi dengan melahirkan pemerintah baru seharusnya
melakukan banyak perubahan termasuk dalam masalah pendidikan. Bila pendidikan
tetap dikendalikan secara radikal oleh penguasa, maka hal itu harus segera
dilepas. Pendidikan harus diletakkan kembali diletakkan sebagai modal pembangunan
bangsa.
c. Memanusiakan
Kurikulum
Oleh karena itu usaha untuk menjadikan anak didik
betul-betul berada dalam konteks dimanusiakan membutuhkan langkah yang tepat
dan benar sehingga tujuan dapat dicapai dan program yang disusun, maka
ciri-citi manusia yang dimanusiakan harus jelas.
0 komentar:
Posting Komentar