PROPOSAL TESIS
EFEKTIVITAS SUPERVISI KEPALA SEKOLAH
DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah
sebagai organisasi yang menjalankan proses pendidikan dengan segala
fungsi dan hasilnya, mempunyai perangkat yang mewujudkan fungsi dan
tugasnya melalui manajemen pendidikan yang digunakan. Sebagai pelaksana
manajerial sekaligus leader
dalam organisasi sekolah adalah kepala sekolah. Kepala sekolah adalah
kunci sukses dan tidaknya dalam terlaksananya proses pendidikan.
Dalam
era globalisasi sekarang ini, sekolah harus mampu eksis dengan segala
konsekuensinya melalui proses yang dilakukan. Keberadaan kepala sekolah
sebagai kunci sukses pelaksanaan proses harus mampu memahami fungsi dan
tugas serta tanggung jawab yang melekat yaitu, fungsi leader, manajer, edukator, supervisor, administrator, inovator, dan monitor.
Keberadaan
kepala sekolah dalam menjalankan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya
dalam manajemen tidak bisa terlepas dari peran pembantunya.
Sebagaimana
dikemukakan oleh Jackson dan Musselman (1989:104) manajemen adalah
sarana seorang manajer untuk mencapai sesuatu dengan memanfaatkan orang
lain. Seorang manajer berperan sebagai pemimpin, perencana, koordinator,
pembimbing serta pengawas dan seorang manajer harus berperan sebagai
fasilitator untuk meningkatkan kinerja bawahan sesuai dengan tingkat
yang berbeda-beda.
Manajemen
sebagai proses dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donelly Jr
(1985:37) bahwa manajemen merupakan suatu proses, rangkaian tindakan,
aktivitas atau pekerjaan yang menunjukkan hasil akhir. Manajemen
dikerjakan lebih dari satu orang di dalam organisasi.
Seluruh
aktivitas yang dilakukan kepala sekolah tidak dapat dilakukan sendiri.
Kepala sekolah membutuhkan bantuan dari kolega yang ada dalam organisasi
sekolah, tanpa adanya kerjasama antara kepala sekolah dan
pembantu-pembantunya (wakil kepala sekolah, guru, staf tata usaha) tidak
akan dapat menjalankan fungsi manajerial dengan baik, bahkan akan gagal
dalam menjalankan fungsi manajerial.
Manajemen
sebagai profesi dikemukakan oleh Hoggets dan Kuratko (1988:4) sebagai
suatu profesi adalah lapangan kerja yang pekerjaannya didirikan atas
dasar pengertian struktur teori dari beberapa ilmu pengetahuan.
Kemampuan yang mengiringi untuk terpenuhi sebagai sebuah profesi
mempunyai lima kriteria: (1) harus mengandung pengetahuan tentang
lapangannya, (2) memerlukan aplikasi yang cakap untuk pengetahuan itu,
(3) menerima tanggung jawab sosial, (4) mengadakan pengawasan diri, dan
(5) menerima sangsi.
Kepala
sekolah adalah suatu profesi yang menuntut pengetahuan mapan, bidang
kerja yang ditekuni membutuhkan pemahaman pengelolaan organisasi sekolah
secara maksimal dan mempunyai kompetensi serta keahlian dibidangnya.
Kepala sekolah yang profesional harus mempunyai kemampuan konseptual dan
teknikal.
Kemampuan
konseptual adalah kepala sekolah mampu membuat persepsi organisasi
sebagai suatu sistem, memahami perubahan-perubahan yang terjadi dalam
organisasi sekolah apabila program yang dibuat tidak sesuai dengan
rencana yang dibuat bersama, mengkoordinasikan semua kegiatan dan
kepentingan organisasi. Kemampuan ini digunakan agar kepala sekolah
sebagai manajer mampu bekerja sama, memimpin kelompok dan memahami
anggota individu dan kelompok.
Kemampuan
teknikal adalah kemampuan kepala sekolah dalam menggunakan alat,
prosedur dan teknik di bidang khusus, misalnya teknik penyusunan
program, berupa program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka
panjang, teknik perencanaan anggaran dan teknik-teknik lain yang
berkaitan dengan pengelolaan organisasi sekolah.
Kepala
sekolah menjadi motor penggerak organisasi dalam kegiatan manajemen
secara umum, mampu menghasilkan proses pendidikan berkualitas yang
dilaksanakan oleh guru sebagai pelaksana proses pendidikan dan
pembelajaran.
Dikemukakan oleh Mulyasa (2003: 11)
Sekolah
diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran yang efektif, dapat
mencapai tujuan yang diharapkan, materi yang diajarkan relevan dengan
kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (out put), dan dampak (out come),
serta melakukan penilaian, pengawasan, dan pemantauan berbasis sekolah
secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal tersebut diperlukan terutama
untuk menjamin mutu secara menyeluruh (total quality), dan menciptakan proses perbaikan yang berkesinambungan (continues improvement), karena perbaikan tidak mengenal kata berhenti.
Untuk mewujudkan program organisasi, kepala sekolah harus mempunyai kemapanan jiwa kepemimpinan. Dengan kemapanan dan skill
kepemimpinan yang memadai diharapkan kepala sekolah dapat menjalankan
fungsi dan tugasnya. Kemampuan kepemimpinan, manajerial sangat
dibutuhkan dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Oleh karena itu, skill
kepemimpinan menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki kepala sekolah
dalam menjalakan fungsi, tugas, dan tanggung jawabnya untuk mewujudkan
tujuan organisasi. Organisasi yang profesional mempunyai prinsip-prinsip
organisasi yang menjadi acuan kepala sekolah untuk menjalankan kinerja
organisasi.
Purwanto (2009: 17) menyatakan prinsip organisasi yang baik hendaklah memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat sebagai berikut:
1) Memiliki tujuan yang jelas.
2) Tiap anggota dapat memahami dan menerima tujuan tersebut.
3) Adanya kesatuan arah sehingga dapat menimbulkan tindak dan kesatuan pikiran.
4) Adanya kesatuan perintah (unity of command);
para bawahannya mempunyai seorang atasan langsung; daripadanya ia
menerima perintah atau bimbingan, dan kepada siapa ia harus
mempertanggung jawabkan hasil pekerjaannya.
5) Adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab masing-masing anggota.
6) Adanya
pembagian tugas atau pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, keahlian,
dan bakat masing-masing sehingga dapat menimbulkan kerjasama yang
harmonis dan kooperatif.
7) Pola
organisasi hendaknya relatif permanen, dan struktur organisasi disusun
sesederhana mungkin, sesuai dengan kebutuhan, koordinasi, pengawasan dan
pengendalian.
8) Adanya jaminan keamanan dalam bekerja (security of tenure); anggota tidak merasa gelisah karena takut dipecat atau takut ditindak dengan sewenang-wenang.
9) Adanya gaji atau intensif yang setimpal dengan jasa/pekerjaan, sehingga dapat menimbulkan gairah kerja.
10) Garis-garis kekuasaandan tanggung jawab serta hierarkhi tata kerjanya jelas tergambar dalam struktur organisasi.
Selanjutnya dikatakan Purwanto (2009 : 18)
Kelancaran jalannya suatu organisasi dipengaruhi oleh sikap dan sifat kepemimpinan serta human relation yang berlaku didalamnya. Sering dikatakan orang bahwa human relation adalah inti kepemimpinan kepemimpinan adalah inti manajemen, dan manajemen adalah inti administrasi.
Dengan
demikian kepala sekolah harus mampu membangun dan menjalankan
prinsip-prinsip organisasi dengan baik dan benar, sehingga perjalanan
organisasi dapat mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Sebagai leader
kepala sekolah dalam mewujudkan kinerja yang maksimal dengan hasil yang
optimal, mempunyai salah satu peran yang melekat pada dirinya adalah
mensupervisi perjalanan kegiatan organisasi baik individu (guru), staf.
Yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Purwanto
(2009: 76) menyatakan supervisi ialah suatu aktivitas yang direncanakan
untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan
pekerjaan mereka secara efektif.
Dengan
demikian supervisi dilakukan digunakan untuk; a) membangkitkan semangat
dan merangsang guru-guru dan staf sekolah lainnya untuk menjalankan
tugas dengan baik; b) berusaha mengadakan dan melengkapi kebutuhan
sekolah untuk kelancaran proses belajar mengajar; c) bersama guru-guru
berusaha mengembangkan, mencari dan menggunakan metode –metode baru
dalam proses belajar mengajar yang lebih baik; d) membina kerja sama
yang baik dan harmonis antara, guru, murid dan staf sekolah lainnya; dan
e) berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan staf
sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop, inse-vice training, atau up-grading.
Berkaitan dengan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul tesis, “EFEKTIVITAS SUPERVISI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN” (Studi Kasus di SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka main research question penelitian ini dapat difokuskan sebagai berikut: Bagaimana Supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP A. Wahid Hasyim tebuireng selama ini. Untuk membantu menjelaskan focus penelitian tersebut, maka sub research question bisa diuraikan sebagai berikut:
1. Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2. Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3. Tehnik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4. Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5. Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6. Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
C. Tujuan Penelitian
Berangkat
dari fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
memaparkan bagaimana supervisi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah di SMP
A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang, dengan uraian :
1. Mendiskripsikan Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2. Mendiskripsikan Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3. Mendiskripsikan Tehnik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4. Mendiskripsikan Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5. Mendiskripsikan Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6. Mendiskripsikan Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai supervisi Kepala Sekolah di SMP A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang ini diharapkan memberi manfaat:
1. Memperkaya khasanah kajian manajemen pendidikan khususnya bidang supervisi pendidikan.
2. Menjadi
sumbangan bagi dunia pendidikan umumnya, khususnya bagi SMP A. Wahid
Hasyim Tebuireng Jombang dalam melakukan supervisi sekolah di waktu yang
akan datang.
E. Batasan Masalah
Agar terdapat kesamaan dan pemahaman dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan konsep sebagai berikut :
Efektifitas
yang dimaksud dalam penelitian adalah ketepatan dan keterampilan kepala
sekolah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam mengimplementasikan
program yang dibuat.
Dalam
buku yang ditulis oleh Husaini Usman menyebutkan tentang keefektifan
dapat dilihat dari tiga perspektif: (1) keefektifan individu (input), (2) keefektifan proses, dan (3) keefektifan organisasi. Keefektifan
individual ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kemampuan
(keterampilan), motivasi, dan stress. Keefektifan kelompok ditentukan
oleh kekompakan (cohesiveness), kepemimpinan, struktur, status,
peran, dan norma. Keefektifan organisasi ditentukan oleh lingkungan,
teknologi, pilihan strategis, struktur, proses, dan budaya.
Supervisi dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah pengawasan utama; pengontrolan tertinggi. Dalam hal ini supervisi
dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan mutu baik untuk dewan guru
maupun staf, seperti meningkatkan kunjungan kelas dalam rangka supervisi
akademik, observasi perbaikan, memotivasi semangat kerja guru, meninjau
rencana pembelajaran, kesesuaian antara perangkat pembelajaran dengan
pelaksanaan pembelajaran.
Yang
dimaksudkan dengan kepala sekolah adalah kepemimpinan kepala SMP A.
Wahid Hasyim, dalam menjalankan fungsi dan tugasnya pada organisasi
sekolah dengan keberhasilan-keberhasilan yang telah dilakukan melalui
program-program yang dibuat serta inovasi yang dilakukan khususnya
tentang supervise yang dilakukan Kepala Sekolah untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada lembaga yang sedang dipimpin.
Kata
“dalam “ di kamus besar bahasa Indonesia (2007 : 232) adalah kata depan
untuk menandai sesuatu yang dianggap mengandung isi atau kiasan.
Arifin
dalam hasil penelitiannya menemukan keberhasilan kepala sekolah
dibuktikan dengan kepemimpinan dengan karakteristik yang kuat mempunyai
inovasi dan visioner.
SMP
A. Wahid Hasyim Tebuireng yang dimaksud adalah lembaga pendidikan umum
yang berada dalam naungan Yayasan Pesantren Tebuireng Kabupaten Jombang,
dan dalam fungsi dan tugasnya adalah sebagai :
a) Lembaga pendidikan umum tingkat pertama dibawah Pesantren Tebuireng Jombang.
b) Lembaga
pendidikan yang bertanggung jawab kepada orang tua murid, masyarakat,
yayasan, dan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan
c) Sekolah berstandart nasional yang berupaya memberikan pelayanan professional melalui proses-proses manajemen.
F. Kajian Pustaka
Pada
dasarnya banyak penelitian tentang supervisi pendidikan diantaranya
adalah penelitian Tesis yang dilakukan oleh Warsito dengan judul Peranan
Kepala Sekolah Sebagai Administrator dan Supervisor dalam meningkatkan
kinerja guru di SD plus Al Firdaus Surakarta Tahun Pelajaran 2004 /
2005.
Warsito menemukan tiga temuan dalam penelitiannya bahwa;
1) Peranan Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor di
sekolah telah diterapkan secara maksimal dan diterima oleh guru. 2)
Meningkatnya kinerja guru SD plus Al Firdaus Surakarta ternyata banyak
dipengaruhi oleh peran Kepala Sekolah. Asumsi bahwa administrasi
menjadi beban bagi guru serta supervisi menjadi momok bagi guru dapat
dikurangi melalui pendekatan dan motivasi oleh peran Kepala Sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Laeli Kurniati dengan metode kwantitatif dalam skripsinya, mengangkat judul pengaruh supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga menyimpulkan bahwa; secara
simultan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh
terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga Tahun 2007. Supervisi
yang dilakukan kepala sekolah menurut persepsi sebagian besar guru
tergolong cukup. Oleh karena itu disarankan kepada kepala sekolah untuk
meningkatkan kualitas supervisi, seperti meningkatkan kunjungan kelas
dalam rangka supervisi klinis, observasi perbaikan, memotivasi semangat
kerja guru, meninjau rencana pembelajaran, kesesuaian antara perangkat
pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran, observasi metode
pembelajaran. Diharapkan dengan meningkatkan frekuensi kunjungan kelas
akan menumbuhkan kinerja guru. Motivasi kerja guru tergolong baik
sehingga perlu dipertahankan dan ditingkatkan terutama dalam hal
kemandirian dalam bekerja, mempertahankan pendapat dan memecahkan
masalah. Diharapkan dengan meningkatnya motivasi kerja guru akan tumbuh
kinerja yang lebih baik.
1. Organisasi Sekolah
Setiap
kumpulan memerlukan pemimpin, aturan-aturan yang disepakati bersama,
terprogram dan terukur, adanya struktur organisasi untuk mencapai tujuan
bersama.
Usman
(2009: 148) memberikan pengertian organisasi sebagai berikut,
organisasi ialah proses kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai
tujuan bersama secara efektif dan efisien. Definisi ini mengandung arti
bahwa setiap organisasi memiliki tiga komponen, yaitu (1) ada kerja sama
(2) ada orang, dan (3) tujuan bersama.
Sagala (2009 : 78) meninjau secara falsafati;
Falsafah
organisasi sebagai sekumpulan prinsip yang berfungsi sebagai pengarah
serta sikap yang mendarah daging yang mampu mengkomuniasikan tujuan,
rencana dan berbagai kebijakan serta prinsip yang tampak pada sikap,
perilaku, dan tindakan yang berlangsung di seluruh jenjang organisasi
pengambilan kebijakan pendidikan. Sebuah falsafah organisasi menempatkan
nilai-nilai dan keyakinan organisasi yang membimbing tingkah laku
anggotanya dalam seluruh aspek kegiatan organisasi. Nilai-nilai tersebut
menggambarkan kebijakan organisasi yang dapat menyediakan garis pedoman
organisasi yang didalamnya rencana disusun, tujuan-tujuan ditetapkan
dan strategi-strategi ditentukan, diimplementasikan dan diawasi.
Kebijakan berikutnya menyediakan manajer dan separangkat tugas sebagai
pembatas yang semua keputusan harus memuaskan.
Dikatakan oleh Phidarta (2004 : 125), mudah dipahami bahwa
produktivitas
pendidikan ditentukan oleh praktek dan tradisi/kebiasaan bekerja
personalianya. Bila para personalia memiliki kebiasaan bekerja secara
efektif dan efisien akan dapat meningkatkan, sebaliknya bila mereka
memiliki kebiasaan bekerja secara santai dan kurang cermat akan dapat
merugikan organisasi. Dengan demikian iklim organisasi memang perlu
dibina dan ditingkatkan.
Keberadaan
organisasi sekolah yang baik didasarkan kepada kemapanan pengelolaan
organisasi yang profesional dengan tersedianya segala kebutuhan
infrastruktur maupun suprasrtuktur sekolah. Organisasi sekolah yang apa
adanya akan menghasilkan hasil proses manajemen maupun proses out put yang apa adanya pula.
Keberadaan system organisasi sekolah yang baik dan profesional akan dapat memberikan pelayanan kepada publik dengan baik.
Sagala (2009: 79) mengatakan;
Melalui
organisasi sekolah memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil atau
mengejar tujuan yang sebelumnya tidak bisa dicapai oleh
individu-individu secara sendiri-sendiri. Setiap organisasi sekolah
tentu menghadapi masalah bagaimana organisasi sekolah itu berjalan
dengan baik. Salah satu sarana agar organisasi sekolah dapat berjalan
baik, tentu struktur organisasinya harus sehat, efisien, dan
melaksanakan asas organisasi.
Selanjutnya
Sagala (2009: 79) mengutip pendapat Etzioni, organisasi sekolah yang
baik, ditandai dengan pembagian kerja tegas dengan tenaga-tenaga yang
memiliki kecakapan, ketrampilan khusus, dan hierarchi wewenang yang khas dalam melaksanakan kewenangan, tugas dan tanggung jawab organisasi.
2. Kepemimpinan Sekolah
Sekolah
sebagai organisasi adalah wadah yang harus dikelola dengan baik,
keberadaan pimpinan sebagai syarat mutlak untuk dapat diwujudkan
keberadaannya pada organisasi sekolah.
Muhaimin (2009: 29) menyatakan
Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam organisasi,
baik buruknya organisasi seringkali sebagian besar tergantung pada
faktor pemimpin. Berbagai riset juga telah membuktikan bahwa factor
pemimpin memegang peranan penting dalam pengembangan organisasi.
Faktor pemimpin yang sangat penting adalah karakter dari orang yang
menjadi pemimpin tersebut.
Kepala
sekolah sebagai pemimpin menentukan arah perjalanan dan keberhasilan
organisasi sekolah. Kemampuan kepemimpinan, pengorganisasian, komunikasi
aktif terhadap bawahan menentukan faktor keberhasilan pendidikan.
Kepala sekolah sebagai manajer harus dapat mengelola organisasi dengan
fungsi dan tugasnya yang melekat yaitu sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, organisator, dan monitor. Fungsi kepemimpinan ini harus dapat diwujudkan dalam mengelola proses perjalanan organisasi.
Usman (2009: 276) memberikan kriteria pemimpin dengan mempunyai peranan (PEMASSLEC) personal, educator, manager, administrator, supervisor, social, leader, entrepreneur, and climateur.
Sebagai manager, ia melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan.
Sebagai administrator, ia harus mampu mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah.
Sebagai supervisor, ia merencanakan supervisi, melakukan supervise, dan menindaklanjuti hasil supervisi untuk meningkatkan profesioanlisme guru.
Sebagai seorang yang social,
ia bekerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/madrasah,
berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan, dan memiliki
kepekaan (empati) sosial terhadap orang atau kelompok.
Sebagai leader, ia harus mampu memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal.
Sebagai entrepreneur, ia harus kreatif (inovatif), bekerja keras, etos kerja, ulet (pantang menyerah), dan naluri kewirausahaan.
Sebagai climator, ia harus mampu menciptakan iklim sekolah yang kondusif.
Dengan
demikian keberadaan kepala sekolah menjadi sangat vital dalam mengelola
organisasi dan menumbuhkan iklim organisasi yang baik untuk mencapai
tujuan bersama.
Kepemimpinan
bisa dipahami sebagai proses bersama dimana para pemimpin yang efektif
menarik rentang strategi untuk mencapai hasil positif dan etika untuk
para anggota kelompok atau organisasi Root (2010: 16).
1. Kunci
menuju kepemimpinan yang efektif adalah kemampuan berinteraksi dengan
orang lain dalam yang memberi inspirasi dan nilai-nilai yang kredibel,
visi dan misi.
2. Mendukung komunikasi terbuka.
3. Mengembangkan budaya tim.
4. Menetapkan maksud dan tujuan yang realistis dan bisa dicapai.
5. Memonitor dan menyambut keberhasilan dan,
6. Mempermudah serta memfasilitasi pengembangan individu-individu.
Dalam upaya meningkatkan kinerja guru, peran kepala sekolah sangat penting. Kepala sekolah mempunyai peran sebagai supervisor
pada dasarnya memberikan layanan profesional untuk meningkatkan mutu
pendidikan melalui peningkatan kinerja guru. Kondisi pelaksanaan
pembinaan oleh kepala sekolah yaitu kegiatan yang dilakukan untuk
mengawasi pelaksanaan proses belajar mengajar, tugas rutin guru-guru,
ketertiban, disiplin dan keberhasilan sekolah. Kegiatan pembinaan kepala
sekolah seperti di atas tentunya akan berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja guru. Keberhasilan sekolah tidak terlepas dari tugas dan
tanggung jawab serta peranan kepala sekolah.
Kepala
sekolah mempunyai peranan sangat besar dalam meningkatkan kinerja guru,
, bukti bahwa peran tersebut sangat besar adalah dimana ketidakhadiran
kepala sekolah menjadikan kegiatan belajar mengajar kurang terarah dan
terkontrol. Jika berjalanpun maka kegiatan belajar mengajar asal
berjalan saja, mengingat setiap guru yang akan menyampaikan materi
pelajaran terlebih dahulu membuat program pengajaran harian untuk
diteliti dan disahkan oleh kepala sekolah.
Peran
kepala sekolah sebagai supervisor, berkewajiban untuk memberikan
pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga kependidikan serta
administrasi lainnya. Namun, sebelum memberikan pembinaan dan bimbingan
kepada orang lain maka kepala sekolah harus membina dirinya sendiri,
sebagai supervisor ia harus meneliti, mencari dan menentukan
syarat-syarat mana saja yang diperlukan bagi kemajuan sekolahnya.
3. Supervisi
Sekolah
dapat dikategorikan sebagai organisasi nirlaba yang melayani
masyarakat. Meski pun sifatnya nirlaba, namun bukan berarti sekolah
tidak dituntut untuk terus meningkatkan mutu proses maupun output pendidikannya.
Sebaliknya, sekolah sangat diharapkan benar-benar memperhatikan mutu,
karena tugas suci yang diembannya adalah turut mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
PP
No. 19 tahun 2005 Pasal 57 “Supervisi yang meliputi supervisi
manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan
kepala satuan pendidikan.”
pembiayaan.kemenpera.go.id/new/regulasi/pp_19_tahun_2005.pdf
Salah
satu fungsi yang harus diwujudkan dalam kegiatan kepala sekolah untuk
memberikan pelayanan pada msyarakat dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan adalah supervisi. Supervisi dilakukan oleh kepala sekolah
untuk melihat jalannya proses pendidikan yang sedang. Apabila dilihat
kurang tepat menurut pandangan kepala sekolah akan cepat dapat ditangani
untuk dilakukan perubahan-perubahan yang lebih baik.
a. Pengertian Supervisi
Pengawasan
atau supervisi menjadi tugas dan kewajiban bagi kepala sekolah untuk
mengawasi jalannya program dan proses manajemen dan administrasi, baik
yang berhubungan dengan guru, staf.
Pengertian
supervise menurut Usman (2009: 76) ialah suatu aktivitas pembinaan yang
direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam
melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Menurut
Arikunto (2002: 373) Supervisi adalah suatu proses membantu guru
memperkecil ketidaksesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku pengajar
yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.
Selanjutnya
Arikunto (2002: 373) mengutip pendapat R. Walter, supervise klinis
adalah suatu proses pembimbingan dalam pendidikan yang bertujuan
membantu pengembangan professional seorang guru (juga yang sudah dalam
tugas mengajar), khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan
observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan
untuk perubahan tingkah laku mengajar.
Sagala
(2009 : 125) berpendapat bahwa program supervisi di sekolah adalah
program pengembangan guru yang kegiatannya dirancang dengan tema-tema
yang berkisar pada penyajian informasi tentang suatu jenis pendekatan,
membantu guru memahami informasi, membantu guru mengaplikasikan
pengajaran, dan membantu guru memahami tingkat pengetahuan serta
integrasi nilai dan sikap.
Supervisi
pendidikan meliputi; 1) menilai dan membina guru dan seluruh staf
sekolah dalam bidang teknik edukatif dan administratif, 2) usaha
mencari, mengembangkan dan mempergunakan berbagai metode belajar
mengajar yang lebih baik dan sesuai untuk mengembangkan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik peserta didik, 3) mengusahakan dan
mengembangkan kerjasama yang baik antara guru, kepala sekolah, peserta
didik dan pegawai sekolah, 4) mengembangkan kerjasama antara kelompok
kerja guru, musyawarah guru mata pelajaran, kelompok kerja kepala
sekolah dan musyawarah kepala sekolah, dan 5) upaya mempertinggi
kualitas guru dan kepala sekolah melalui penataran, orientasi dan up grading.
Purwanto (2009 : 77) mengutip pendapat Burton tentang rumusan supervisi yang baik ada tiga:
1.
Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar
pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian
tujuan umum pendidikan.
2.
Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar
mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervise tidak hanya
untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan
profesi guru dalam arti luas termasuk didalamnya pengadaan fasilitas
yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu
pengetahuan dan ketrampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan
dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode
mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran,
dan sebagainya.
3. Fokusnya pada setting for learning,
bukan pada seseorang atau sekelompok orang. Semua orang, seperti
guru-guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah lainnya yang sama-sama
bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan
belajar mengajar yang baik.
b. Teknik Supervisi
Untuk
dapat mengarahkan dan tercapainya tujuan supervise diperlukan beberapa
tehnik supervise yang dibutuhkan kepala sekolah dalam melakukan
pengawasan.
1) Kunjungan kelas
Bafadhal
(2007: 30) mendefinisikan kunjungan kelas adalah tehnik pembinaan guru
oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka
mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data
yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru.
Tujuan
kunjungan ini adalah semata-mata untuk menolong guru dalam mengatasi
kesulitan atau masalah mereka didalam kelas, guru-guru dibantu melihat
dengan jelas masalah-masalah yang mereka alami. Menganalisisnya secara
kritis dan mendorong mereka untuk menemukan alternative pemecahannya.
Kunjungan kelas ini bisa di laksanakan dengan pemberitahuan atau tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu dan bisa juga atas dasar undangan dari
guru itu sendiri.
Dengan
demikian kepala sekolah sebagai sepervaisor dan guru sebagai pengajar
dapat menjalankan fungsi dan perannya sesuai tugas masing-masing. Kepala
sekolah sebagai pengawas akan dapat memberikan masukan dan pembinaan
terhadap masalah-masalah yang ada dalam guru tersebut.
Selanjutnya Bafadhal membagi 4 tahap kunjungan kelas : pertama, tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran berlangsung. Ketiga,
tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini supervisor bersama guru
mengadakan perjanjian untuk membicarakan hasil-hasil observasi,
sedangkan tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut. Ada beberapa
kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu : (1) memiliki tujuan-tujuan
tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat diperbaiki kemampuan
guru; (3) menggunakan instrument observasi tertentu untuk mendapatkan
data yang obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang di
bina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan
kunjungan kelas tidak mengganggu proses belajar mengajar; (6)
pelaksanaannya di ikuti dengan program tindak lanjut.
Arikunto (2002: 380) dalam kunjungan kelas (class room vicitation) membedakan :
a) Kunjungan yang dilakukan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada guru yang akan di supervisi.
b) Kunjungan incidental yang dilakukan tanpa pemberitahuan.
c) Kunjungan yang dilakukan dengan memberikan undangan dari guru yang bersangkutan.
2) Observasi kelas (class room observation)
Arikunto (2002: 381) yaitu kegiatan supervisi
yang dilakukan dengan cara menunggu guru (calon guru) yang sedang
mengajar di kelas mulai dari awal hingga akhir pelajaran. Observasi
kelas inilah kegiatan supervisi yang paling sistematis dan teliti karena
semua gerak gerik guru sedang mengajar tidak ada yang terlewat di
amati.
Bafadhal
(2007: 31) observasi kelas ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :
(1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3)
penutupan pelaksanaan; (4) penilaian hasil observasi; dan (5) tindak
lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya suprvisor
menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative chek- list, activite chek- list.
3) Teknik supervisi kelompok
Teknik kelompok ialah supervisi yang dilakukan secara
kelompok. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Mengadakan pertemuan atau rapat (meetings)
Seorang
kepala sekolah yang baik umumnya menjalankan tugasnya berdasarkan
rencana yang telah disusunnya. Termasuk didalam perencanaan itu antara
lain mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan guru-guru.
b. Mengadakan diskusi kelompok (group discussions)
Diskusi
kelompok dapat diadakan dengan membentuk kelompok-kelompok guru bidang
studi sejenis. Kelompok-kelompok yang telah terbentuk itu diprogramkan
untuk mengadakan pertemuan/diskusi guna membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan usaha pengembangan dan peranan proses
belajar-mengajar.
c. Mengadakan penataran-penataran (inservice-training)
Teknik
supervisi kelompok yang dilakukan melalui penataran-penataran sudah
banyak dilakukan. Misalnya penataran untuk guru-guru bidang studi
tertentu, penataran tentang metodologi pengajaran, dan penataran tentang
administrasi pendidikan. Mengingat bahwa penataran-penataran tersebut
pada umumnya diselenggarakan oleh pusat atau wilayah, maka tugas kepala
sekolah terutama adalah mengelola dan membimbing pelaksanaan tindak
lanjut (follow-up) dari hasil penataran, agar dapat dipraktekkan oleh guru-guru.
Menurut
Gwynn, dalam Bafadal (2004: 48-50) teknik supervisi digolongkan menjadi
dua kelompok, yaitu teknik perorangan dan teknik kelompok. Teknik
supervisi individual meliputi: 1) kunjungan kelas, 2) percakapan
pribadi, 3) kunjungan antar kelas, 4) penilaian sendiri. Sedang teknik
supervisi kelompok meliputi: 1) kepanitiaan, 2) kursus, 3) laboratorium
kelompok, 4) bacaan terpimpin, 5) demonstrasi pembelajaran, 6)
perjalanan staf, 7) diskusi panel, 8) perpustakaan profesional, 9)
organisasi profesional, 10) bulletin supervisi, 11) sertifikasi guru,
12) tugas belajar, 13) pertemuan guru.
4) Supervisi akademik
Hal
substansial yang ada pada organisasi sekolah adalah pembelajaran.
Untuk mengarahkan, membimbing dan membina guru dalam menjalankan proses
pembelajaran yang mempunyai kualitas mutu adalah dengan mengadakan
supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Perbaikan proses belajar mengajar harus dilakukan terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan out put pendidikan yang berkualitas. Salah satu langkah yang harus ditempuh kepala sekolah adalah mengadakan supervisi akademik.
Menurut
Mulyasa (2004: 112) Salah satu supervisi akademik yang populer adalah
supervisi klinis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan.
b. Aspek
yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala
sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan.
c. Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah.
d. Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru.
e. Supervisi
dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih
banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru daripada memberi
saran dan pengarahan.
f. Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yaitu pertemuan awal, pengamatan, dan umpan balik.
g. Adanya
penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor
terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan.
h. Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan suatu masalah.
Keputusan
Menteri P dan K RI No.0134/0/1977 dalam Purwanto (2009: 78) tentang
tugas pengawas dalam pendidikan diuraikan sebagai berikut:
a. Mengendalikan
pelaksanaan kurikulum meliputi isi, metode penyajian, penggunaan alat
perlengkapan dan penilaiannya agar berlangsung sesuai dengan ketentuan
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pengendalian
tenaga teknis sekolah agar terpenuhi persyaratan formal yang berlaku
dan melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan dan peraturan
undang-undang yang berlaku.
c. Mengendalikan
pengadaan, penggunaan dan pemeliharaan sarana sekolah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan undangan yang berlaku serta menjaga agar
kualitas dan kuantitas sarana sekolah memenuhi ketentuan dan
persyaratan yang berlaku.
d. Mengendalikan
tata usaha sekolah meliputi urusan kepegawaian, urusan keuangan dan
urusan perkantoran agar berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
e. Mengendalikan hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain dengan pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
f. Menilai proses dan hasil pelaksanaan kurikulum berdasarkan ketetapan waktu.
g. Menilai pelaksanaan tenaga teknis sekolah.
h. Menilai pemanfaatan sarana sekolah.
i. Menilai efisiensi dan keefektifan tata usaha sekolah.
j. Menilai hubungan kerja sama dengan masyarakat, antara lain pemerintah daerah, dunia usaha, dan lain-lain.
k. Melaksanakan
program supervisi sekolah serta memberikan petunjuk perbaikan terhadap
penyimpangan dalam pengelolaan sekolah yang meliputi:
1. Proses dan hasil pelaksanaan kurikulum yang dicapai pada periode tertentu;
2. kegiatan sekolah di bidang pengelolaan gedung dan bangunan, halaman, perabot dan alat-alat kantor dan sarana pendidikan lainnya;
3. pengembangan
personel sekolah termasuk kepala sekolah, guru, tenaga tata usaha yang
mencakup segi kedisiplinan, sikap dan tingkah laku, pembinaan karier,
peningkatan pengetahuan dan keterampilan sesuai deng tuntutan profesi
masing-masing.
4. Tata usaha sekolah termasuk urusan keuangan, urusan sarana, dan urusan kepegawaian;
5. Hubungan sekolah dengan badan pembantu penyelenggara pendidikan dan masyarakat umum.
Oleh karena itu kepala sekolah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai supervisor dapat disimpulkan, sebagai berikut:
(a) Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
(b) Berusaha
mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media
instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses
belajar-mengajar.
(c) Bersama
guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan
metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang
sedang berlaku.
(d) Membina kerja sama yang baik dan harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.
(e) Berusaha
mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara
lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan
perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka untuk mengikuti
penataran-penataran, seminar, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
(f) Membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan BP3 atau komite sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.
4. Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu
Dalam
kerangka umum, mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu
produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam "proses pendidikan" yang bermutu terlibat berbagai input,
seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi
(bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta
penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas
berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau
mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar
baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar
kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam
lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana
yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks "hasil
pendidikan" mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap
kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5
tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement)
dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta
atau Ebtanas). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di
suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu
misalnya : komputer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan prestasi sekolah
dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb. (Umaedi
Organisasi
sekolah sebagai lembaga yang menyediakan proses pendidikan dan
pembelajaran dan diberikan kepada masyarakat, membutuhkan pelayanan yang
baik dan bermutu apabila ingin lembaganya diminati publik. Sebab tanpa
layanan yang baik terutama dari hasil proses pendidikannya, masyarakat
tidak akan memperhatikan lembaga/sekolah tersebut.
Dengan
demikian lembaga pendidikan/sekolah harus dapat memberikan kepuasan
layanan kepada masyarakat dengan berbagai aktivitas layanan yang
dimiliki.
Sallis (2008: 56) mendefinisikan mutu sebagai sesuatu yang memuaskan melebihi dan melampaui keinginan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga dengan istilah, mutu sesuai persepsi (quality in perception)
Rohiat
(2009: 52) menyatakan mutu atau kualitas adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang
tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Usman (2009: 513) menyatakan, mutu dibidang pendidikan meliputi mutu input, proses, output, dan outcome. Input
pendidikan dinyatakan bermutu apabila mampu menciptakan suasana yang
PAKEMB (Pembelajaran yang Aktiv, Kreativ, Menyenangkan, dan Bermakna). Output dinyatakan bermutu jika hasil belajar akademik dan non akademik siswa tinggi. Out come
dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap di dunia kerja, gaji
wajar, semua pihak mengakui kehebatan lulusan dan merasa puas.
Danim
(2010: 65) perbaikan mutu pendidikan menjadi obsesi sekaligus isu
universal di Negara manapun. Tidak ada satu bangsapun yang kan berhenti
bekerja karena memandang mutu pendidikannya sudah baik dan kompetetif.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak pernah berhenti dan tidak
pernah pula akan dapat diikuti secara harmonis oleh institusi pendidikan
yang cenderung konservativ itu. Pada sisi lain, tema perbaikan
pendidikan terkait langsung dengan upaya mencerdaskan dan meningkatkan
produktivitas bangsa termasuk efisiensi kerja dan akuntabilitas publik.
Rohiat (2009: 52) menyatakan;
Input
pendidikan adalah segala hal yang harus tersedia karena dibutuhkan
untuk berlangsungnya proses. Segala hal yang dimaksud meliputi
sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu
bagi berlangsungnya proses. Input sumberdaya meliputi sumberdaya manusia
(kepala sekolah, guru-termasuk guru BP-, karyawan, siswa) dan
sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input
harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang
ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses
dapat berlangsung dengan baik. oleh karena itu tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses
pendidikan merupakan kejadian berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang
lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output.
Dalam pendidikan pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan,
pengelolahan program, proses belajar mengajar serta proses monitoring
dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki
tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengoordinasian dan penyerasian
serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan,
dsb.) dilakukan secara harmonis dan terpadu sehingga mampu menciptakan
situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mendorong motivasi dan tingkat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik.
Output
pendidikan merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi
sekolah yang dihasilkan dari proses/prilaku sekolah. Kinerja sekolah
dapat diukur dari kualitas, efektivitas, produktivitas, efesiensi,
inovasi, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerjanya. Khusus yang
berkaitan dengan kualitas/mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa
output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi
sekolah, khususnya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang
tinggi dalam (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan harian, nilai
dari portofolio, nilai ulangan umum atau nilai pencapaian ketuntasan
kompetensi, NUAN/UAS, karya ilmiyah, lomba akademik, karya-karya lain
peserta didik; dan (2) prestasi non-akademik seperti IMTAQ, kejujuran,
kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejuruan dan sebagainya.
Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling
berhubungan (proses) seperti perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.
Sanjaya (2010: 4) menyatakan,
standart proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran
yang berarti dalam standart proses pendidikan berisi tentang bagaimana
seharusnya proses pembelajaran berlangsung. Dengan demikian standart
proses pendidikan dimaksud dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam
pengelolaan pembelajaran. Sering orang menghubungkan tidak meratanya
kualitas pendidikan disebabkan karena kualitas proses pembelajaran yang
tidak sama. Misalnya, sekolah-sekolah yang ada di kota tentu tidak akan
sama dengan sekolah yang ada di pedesaan. Sekolah-sekolah yang dan di
kota dengan dukungan orang tua dan masyarakat dengan sarana dan pra
sarana yang memadai akan memiliki kualitas pembelajaran yang lebih
bagus dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang ada di pedesaan dengan
sarana yang sangat terbatas serta dukungan masyarakat atau orang tua
yang sangat rendah.
Oleh
karena itu, dengan adanya standart proses pendidikan, setiap sekolah
harus mengacu kepada standart tersebut. Tentu saja dengan penetapan
standart minimal ini akan memiliki konsekuensi terhadap berbagai
kebijakan dalam pengelolaan pendidikan, seperti misalnya pemerintah
perlu menetapkan standart lain yang bisa mendukung standart proses, baik
itu menyangkut standart pembiayaan, standart sarana, maupun standart
guru, dan tenaga kependidikan lainnya.
b. Standart Pendidikan Nasional
Keberhasilan
pendidikan ditentukan oleh standart pendidikan yang digunakan. Oleh
karena itu dalam mewujudkan standart pendidikan yang baik, pemerintah
sebagai regulator mengeluarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang standart
pendidikan nasional.
PP No. 19 tahun 2005 pasal 2 ayat 1, menyebutkan lingkup 8 (delapan) standart pendidikan yaitu;
1. standar isi;
2. standar proses;
3. standar kompetensi lulusan;
4. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5. standar sarana dan prasarana;
6. standar pengelolaan;
7. standar pembiayaan;dan
8. standar penilaian pendidikan.
pembiayaan.kemenpera.go.id/new/regulasi/pp_19_tahun_2005.pdf
Sebagai
suatu rambu-rambu lembaga pendidikan, tenaga kependidikan haruslah
mengikuti arah paradigma baru pendidikan yaitu mengedepankan layanan
mutu dengan membuka diri terhadap penerapan prinsip otonomi pendidikan,
siap menerapkan akuntanbilitas publik, siap diakreditasi bahkan
mengusahakannya, dan dari waktu ke waktu melakukan evaluasi diri untuk
perubahan yang lebih baik agar menghasilkan suatu lembaga dan lulusan
yang bermutu. Untuk itu standarisasi pendidikan nasional menjadi acuan
untuk menghasilkan output pendidikan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
G. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian
ini tergolong dalam kelompok penelitian deskriptif kualitatif, yakni
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan tujuan untuk
membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki (Nazir, 1988:63).
Penelitian
deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk
menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara
fenomena yang diuji.
Maka
dalam konteks penelitian ini, fakta yang dimaksud adalah mengenai
segala kegiatan supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid
Hasyim Tebuireng Jombang. Fakta-fakta yang telah dilakukan oleh Kepala
Sekolah dalam mengelola manajemen sekolah khususnya supervisi yang telah
dilakukan kepala sekolah.
2. Objek Penelitian
Objek
penelitian ini adalah seluruh aktivitas supervisi yang telah dan sedang
dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang. Selain
dari aktifitas supervisi juga berbagai dokumen yang berkaitan dengan
produk program manajerial SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang yang
berkaitan dengan supervisi.
Peneliti
menganggap penting bahwa untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi
pelaksanaan kegiatan supervisi yang telah dilakukan kepala sekolah,
tentang pelaksanaan proses pendidikan yang ada di SMP A. Wahid Hasyim
Tebuireng Jombang dengan sekolah yang berstandart nasional. Dengan
demikian peneliti perlu untuk mengetahui supervisi yang telah dilakukan
oleh kepala sekolah.
3. Data dan Sumber Data
a. Data
Data
adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka. Dan
dari sumber SK Menteri P dan K no.0259/U/1977 tanggal juli 1977
disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan
sebagai bahan untuk menyususun suatu informasi (Arikunto, 2006 : 118).
Sedangkan data menrut Wikipedia adalah catatan atas kumpulan fakta. Data merupakan jamak dari datum,
berasal dari bahasa Latin yang berarti “sesuatu yang diberikan”. Dalam
penggunaan sehari-hari data berarti suatu pernyataan yang diterima
secara apa adanya. Pernyataan ini adalah hasil pengukuran atau
pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa angka, kata-kata,
atau citra.
Sedang data yang dicari pada penelitian ini meliputi data:
1. Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2. Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3. Teknik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4. Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5. Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6. Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
b. Sumber Data
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia sumber data adalah kalimat yang berdiri sendiri-sendiri.
Definisi sumber (1)
tempat keluar (air atau zat cair); sumur: ia mengambil air di --; di
laut sekitar pulau itu ditemukan -- minyak; (2) asal (dl berbagai arti):
ia berusaha mendekati dan menemukan -- bunyi yg memesonanya; kabar itu
didapatnya dr -- yg boleh dipercaya.
Definisi data (1)
keterangan yg benar dan nyata: pengumpulan -- untuk memperoleh
keterangan tt kehidupan petani; (2) keterangan atau bahan nyata yg dapat
dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan)
Dengan
demikian sumber data adalah berupa kabar atau informasi yang benar
adanya, berupa keterangan, bahan yang dapat dijadikan dasar kajian serta
dapat dianalisis untuk diambil kesimpulan.
Sumber
data dari penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah,
Guru, Staf, penjamin mutu pendidikan dan . konsultan pendidikan yang
disewa jika ada. Penelitian ini juga mengambil informasi dari
dokumen-dokumen, yang tersimpan di sekolah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif terdapat tiga teknik
pengumpulan data, yaitu wawancara, dokumentasi, observasi. Dalam
penelitian ini, teknik pengumpulan data primer menggunakan metode
wawancara tidak terstruktur, yang dilakukan dengan cara membuat pedoman
wawancara yang hanya memuat garis besar pertanyaan yang akan diajukan
kepada orang-orang yang berkompeten dalam kegiatan pengelolaan manajemen
di SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang, antara lain; Kepala Sekolah,
Wakil Kepala Sekolah, guru, staf, penjamin mutu, dan konsultan
pendidikan.
a. Wawancara
Secara
definitif wawancara adalah tanya jawab antara pewanwancara dan yang
diwawancarai untuk meminta keterangan atau pendapat mengenai suatu hal.
Wawancara sering juga disebut dengan kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari wawancara. Wawancara digunakan oleh
seorang peneliti untuk menilai keadaan seseorang. Secara fisik teknik
wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan tidak
terstruktur (Arikunto, 2006 : 155).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak berstruktur.
Wawancara
tidak berstruktur adalah wawancara bebas di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sitematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
(Sugiyono 2010 : 140)
Wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang tidak berpedoman pada daftar pertanyaan.
Wawancara
tidak berstruktur ini digunakan untuk menggali informasi secara
mendalam dari supervisi yang dilakukan oleh peneliti kepada kepala
sekolah tentang, wakil kepala sekolah, staf, konsultan pendidikan
apabila ada, serta penjamin mutu pendidikan tentang :
1. Bentuk supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
2. Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
3. Teknik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Jombang.
4. Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
5. Kendala pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
6. Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang.
b. Metode dokumentasi
Dokumentasi
berasal dari dokumen yang berarti barang-barang tertulis. Didalam
menggunakan metode dokumentasi ini , peneliti menyelidiki benda-benda
tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan
notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. (Arikunto 2002 : 144)
Lincol
dan Guba (dalam Hodder : 544) membedakan antara dokumen dan salinan.
Apakah teksnya dibuat membuktikan beberapa kegiatan/transaksi resmi (formal transaction) atau tidak. Dengan demikian, di satu sisi, salinan (record) bisa surat nikah ( marriage certificates), surat ijin mengemudi (driving license), kontrak bangunan (building contrack) dan laporan bank (bank statement). Disisi lain dokumen lebih bersifat personal, mencakup buku harian (diares), memo (memos), surat (letters), catatan lapangan (field notes), dan sebagainya.
Sedangkan
pendokumentasian yang dilakukan peneliti adalah berupa catatan-catatan,
notulen rapat, foto-foto, dokumen hasil suprevisi kepala sekolah dan
data dokumen lain yang berkaitan dengan supervisi kepala sekolah.
c. Observasi
Disamping
wawancara, penelitian ini juga melakukan metode observasi. Menurut
Nawawi & Martini (1991) observasi adalah pengamatan dan pencatatan
secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala
atau gejala-gejala dalam objek penelitian.
Dalam
kamus bahasa Indonesia kata observasi mempunyai beberapa arti :
peninjauan secara cermat; sebelum praktik mengajar, para calon guru
mengadakan -- ke sekolah-sekolah
Dalam
penelitian ini observasi dibutuhkan untuk dapat memahami proses
terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam
konteksnya. Observasi yang akan dilakukan adalah observasi terhadap
subjek, perilaku subjek selama wawancara, interaksi subjek dengan
peneliti dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan
data tambahan terhadap hasil wawancara.
Metode
observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk digunakan
untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.
Suatu kegiatan pengamatan baru dikategorikan sebagai kegiatan
pengumpulan data penilitian apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Pengamatan digunakan dalam penelitian dan telah direncanakan secara serius.
2. Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.
3. Pengamatan
dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proporsisi umum dan
bukan dipaparkan sebagai suatu yang hanya menarik perhatian.
4. Pengamatan dapat dicek dan dikontrol mengenai keabsahannya. (Bungin, 2010 : 115)
Beberapa
informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat),
pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan
perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan
gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan,
untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu
melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik
terhadap pengukuran tersebut.
Bungin
(2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan
dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi
tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.
Observasi partisipasi (participant observation)
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindraan dimana observer atau
peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden.
Observasi tidak berstruktur adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
Observasi kelompok adalah observasi yang dilakukan secara berkelompok terhadap suatu atau beberapa objek sekaligus.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam observasi adalah topografi, jumlah
dan durasi, intensitas atau kekuatan respon, stimulus kontrol (kondisi
dimana perilaku muncul), dan kualitas perilaku.
Obeservasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati seluruh kegiatan yang dilakukan kepala sekolah tentang supervisi.
5. Teknik Analisis Data
a. Analisis deskriptif kualitatif
Untuk
mengarahkan analisa yang tepat sasaran yang sesuai dengan fokus
penelitian dengan deskritif analisis kualitatif, maka penulis
menggunakan jenis analisis deskriptif kualitatif.
Strategi
analisis data deskriptif kualitatif pada dasarnya memiliki kesamaan
dengan desain deskriptif kuantitatif. Desain deskriptif kualitatif biasa
disebut pula dengan kuasi kualitatif atau desain kualitatif semu.
Karena itu, desain strategi ini belum benar-benar kualitatif karena
konstruksinya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam
menempatkan teori pada data yang diperolehnya. (Bungin 2010 : 146)
Kesimpulan
![]()
Dalil
Hukum
Teori
| ![]() |
Klasifikasi
Data
| ![]() ![]() ![]() ![]() |
Data
|
Data
| ||||
Data
| ||||
![]() |
Data
|
Gambar 0.1 Model Strategi Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Deskriptif analisis kualitatif digunakan untuk membangun konstruksi fokus penelitian menjadi tepat sasaran tentang: 1) Bentuk
supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng
Jombang; 2) Bidang supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP. A. Wahid
Hasyim Jombang; 3) Teknik supervisi yang dilakukan Kepala Sekolah SMP.
A. Wahid Hasyim Jombang; 4) Tanggapan guru dan staff terhadap supervisi
Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng Jombang; 5) Kendala
pelaksanaan supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid Hasyim Tebuireng
Jombang ; dan 6) Tindak lanjut supervisi Kepala Sekolah SMP. A. Wahid
Hasyim Tebuireng Jombang.
b. Langkah-Langkah
Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh sugiyono.
Sugiyono
(2006: 271) Penelitian ini menggunakan teknik analisa data model Miles
dan Hubermas, di mana aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas,
sehingga data sudah jenuh. Aktifitas yang dilalui dalam analisis data
adalah data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
Sugiyono (2006: 277–283) Data reduction (reduksi
data) dilakukan karena banyaknya data yang diperoleh dari lapangan
sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Pencatatan tersebut
dilakukan dengan merangkum hal-hal pokok, penting, kemudian dicari tema
dan polanya sehingga data yang direduksi memberikan gambaran yang jelas
dan mempermudah peneliti mengumpulkan data selanjutnya. Data display (penyajian data) adalah tahapan lanjutan yang dilakukan setelah data reduction. Penyajian data berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dan tahap terakhir adalah Conclusion drawing/verification
yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan
bukti-bukti yang kuat berikutnya.
Moleong (2006 : 248) dalam kaitannya dengan analisis kualitatif mengutip beberapa pendapat sebagai berikut:
1. Bogdan & Biklen, (1982) mengatakan analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan :
a. Bekerja dengan data;
b. Mengorganisasikan data;
c. Memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola;
d. Mensistesiskannya;
e. Mencari dan menemukan pola;
f. Menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari;
g. Memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
2. Seiddel (1998) mengatakan analisis data kualitatif prosesnya berjalan sebagai berikut :
a. Mencatatkan yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri;
b. Mengumpilkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ihktisar, dan membuat indeksnya:
c. Berpikir dengan jalan membuat kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan; dan
d. Membuat temuan-temuan umum.
3. Janet McDrury (Collaborative Group Analysis of `Data, 1999) mengatakan tahapan analisis data adalah sebagai berikut :
a. Berupaya Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data;
b. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data;
c. Menuliskan ”model” yang ditemukan; dan.
d. Koding yang dilakukan.
Dengan
demikian langkah-langkah analisis data ini dapat menghasilkan temuan
yang didasarkan melalui tahapan-tahapan diatas yang mengacu pada fokus
penelitian. Sehingga peneliti tidak keluar dari konteks bahasan
penelitian.
c. Triangulasi Sumber Data
Untuk
menghasilkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dengan keabsahan
data yang valid, maka peneliti menggunakan teori triangulasi data.
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu
subjek yang dianggap memeiliki sudut pandang yang berbeda.
Triangulasi
pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan
peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide dasarnya
adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik sehingga
diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut
pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda
akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu,
triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara
mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan
dan analisis data.
Triangulasi
sumber data adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui
berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui
wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation),
dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau
tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara itu
akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan
memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai
fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan
pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal. (Norman K. Denzin &
Yvonna S. Lincoln 2009 : 593)
Segala
informasi yang berkaitan dengan supervisi dari kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, staf, maunpun penjamin mutu berupa hasil wawancara,
dokumentasi, observasi dan data-data lain yang berkaitan dengan
penelitian. Akan dilakukan uji ulang melalui triangulasi data. Hal ini
dilakukan untuk menghasilkan validitas data yang akurat, sehingga dalam
mengambilkan kesimpulan tepat sasaran dan sesuai dengan fokus
penelitian.
H. Sistematika Pembahasan
Hasil penelitian ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab
I berisi pendahuluan sebagai pengantar untuk menjelaskan kelayakan,
urgensi permasalahan dan arah penelitian, fokus masalah, kegunaan
penelitian, alasan pemilihan subyek penelitian, batasan istilah serta
sistematika laporan penelitian.
Bab
II mengemukakan landasan teoretis (kajian kepustakaan) yang diperlukan
untuk menyoroti dan sekaligus sebagai bahan analisis atas kondisi di
lapangan.
Bab III menguraikan metodologi dan proses penelitian.
Bab IV menyajikan data lapangan baik sebagai hasil pengamatan, wawancara, perekaman, dan pencatatan.
Bab V mengemukakan analisis atas data lapangan didasarkan pada teori-teori yang ada.
Bab
VI adalah penutup, yang menyajikan simpulan dari serangkaian
penelitian, disertai pemikiran atau saran-saran yang terkait dengan
hasil penelitian.
0 komentar:
Posting Komentar